Dampak Kenaikan BBM, Pelaku Usaha Batu Bata Terimbas Terpaksa Naikan Harga

Pekerja sedang beraktivitas membuat batu bata di sentra produksi batu bata Kelurahan Sukodadi Palembang (WongKito.co/Sigit Prasetya)

PALEMBANG, WongKito.co - Dampak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dirasakan pelaku usaha batu bata di kawasan Kilometer 12, Kelurahan Sukodadi, Kecamatan Sukarami, Palembang yang telah menjadi setra produksi batu bata sejak tahun 1980-an.

Salah seorang pemilik bangsal batu bata, Agus mengatakan permintaan batu bata kini mengalami peningkatan.

Peningkatan terjadi sejak pemerintah tidak lagi menerapkan pembatasan, pembangunan gedung dan perumahan kini mulai kembali ramai," kata dia, ditemui jurnalis WongKito.co, Selasa (8/11/2022).

Kekinian, tambah dia pengembang atau developer sangat meminati batu bata jumbo yang diproduksi pelaku usaha di kawasan tersebut.

Baca Juga:

Namun, pihaknya terpaksa menaikan harga batu bata akibat kenaikan harga BBM, karena untuk memroduksi batu bata membutuhkan solar yang digunakan untuk menyalakan mesin cetak alias mobil molen.

Sebelumnya, untuk sebuah batu bata jumbo dijual Rp 1.200 per buah, kini naik menjadi Rp 1.600 per buah.

Begitu juga untuk batu bata ukuran standar kini dijual Rp 450 per buahnya, ujar dia.

Harga tersebut ujar Agus jika pembeli langsung datang ke bangsal atau tempat usaha mereka.

Jika minta diantar ke lokasi pembangunan harganya sudah ditambah ongkos atau jasa transportasi.

Baca Juga:

Borang seorang penyedia jasa angkut batu-bata mengatakan pesanan batu bata meningkat drastis, tetapi kerapkali calon pembeli menawarnya dengan harga yang tidak sesuai.

“Kalau ada yang pesan di area Kota Palembang, sekarang ini batu bata jumbo harganya dibanderol Rp 1.900 sampai ke lokasi," kata dia.

Kenaikan jasa angkutan batu bata tersebut, tambah dia terpengaruh oleh harga solar yang naik dan kini juga sulit didapatkan.

"Harga tersebut sudah sangat sesuai. Kita tidak lagi tawar menawar kepemilik bangsal. Proses pembuatan batu bata kan pakai mesin, mesin juga harus menggunakan bahan bakar solar, sedangkan harga solar naik, belum lagi antreannya panjang,” ujar Borang.

Sementara kawasan Kelurahan Sukodadi sebagai sentra produksi batu bata telah dimulai sejak tahun 1970-an. Kini pemilik bangsal mayoritas bukan lagi generasi pertama, tetapi sudah menurun ke anak-anak.

Karena itu, tak heran jika banyak anak muda yang sudah mengeluti usaha tersebut karena memang warisan dari orang tua mereka.(sigit)

Editor: Nila Ertina

Related Stories