KabarKito
Deforestasi Semakin Parah, Beragam Satwa Endemik Indonesia di Ambang Kepunahan
JAKARTA, WongKito.co - Krisis deforestasi di Indonesia semakin parah. Penggundulan hutan yang terjadi di berbagai pulau kini dianggap telah memasuki tahap kritis dan mengancam kelangsungan hidup beragam satwa endemik di Tanah Air.
Sejumlah lembaga konservasi menilai bahwa hilangnya hutan secara masif di pulau-pulau besar seperti Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, hingga Papua telah membuat habitat alami banyak spesies berada di ambang kepunahan.
Laporan yang diterbitkan Mongabay mengungkap hilangnya hutan tidak hanya menggerus habitat, tetapi juga menciptakan fragmentasi yang mendorong isolasi populasi dan mempercepat risiko kepunahan.
Meski pemerintah melaporkan penurunan angka deforestasi tahunan sejak 2020, para peneliti menilai penurunan tersebut tidak menggambarkan kondisi lapangan secara utuh karena 97% dari total kehilangan hutan pada 2024 terjadi di dalam konsesi legal.
Konsesi itu tetap berada di atas hutan alam dan kawasan bernilai konservasi tinggi sehingga habitat satwa tetap terancam meski secara administratif kegiatan tersebut dianggap sah.
Sumatra: “Rumah” Harimau dan Badak Hampir Hilang
Sumatra menjadi salah satu hotspot darurat deforestasi. Hutan dataran rendah yang selama ini menjadi habitat utama Harimau Sumatera, Badak Sumatera, Orangutan Sumatera dan Gajah Sumatera terus menyusut akibat ekspansi sawit, pembukaan lahan ilegal, serta lemahnya pengawasan di kawasan konservasi.
Berdasarkan data yang dipaparkan Mongabay, populasi satwa besar kini turun drastis, Harimau Sumatera diperkirakan tersisa kurang dari 600 individu yang tersebar secara terputus, sementara populasi Gajah Sumatera sudah berada di bawah 1.000 individu dengan sekitar 30 persen hilang dalam satu dekade terakhir.
Kondisi Badak Sumatera bahkan jauh lebih kritis. Hingga bulan desember 2025, hanya 34 hingga 47 individu liar yang tersisa di seluruh Sumatra dan Kalimantan.
Fragmentasi lanskap juga menyebabkan peningkatan konflik manusia-satwa, terutama di wilayah pertanian yang bersinggungan langsung dengan kawasan hutan yang tergerus.
- Sederhana dan Ekonomis, Begini Resep Bolu Puding Zebra Pandan
- Telkomsel Percepat Pemulihan Jaringan dan Salurkan Bantuan Sosial untuk Masyarakat Aceh Tamiang
- Suara dari Si Anak Bumi, Deforestasi dan Krisis Lingkungan Sebabkan Bencana Sumatera
Studi lapangan menunjukkan harimau lebih sering memasuki desa, sementara gajah makin sering merusak tanaman akibat kehilangan jalur jelajah mereka.
Kalimantan : Krisis Orangutan
Kalimantan menjadi wilayah dengan tingkat deforestasi terbesar di Indonesia, terutama akibat ekspansi Hutan Tanaman Industri untuk pasokan kertas, perkebunan sawit yang terus tumbuh, serta aktivitas pertambangan batu bara di berbagai kabupaten.
Kondisi ini mendorong Orangutan Kalimantan semakin terdesak ke dalam kantong-kantong hutan tersisa yang terfragmentasi. Para peneliti memproyeksikan lebih dari 26.000 orangutan akan kehilangan habitat pada 2032 karena pembukaan lahan besar-besaran.
Saat ini, populasi orangutan diperkirakan sekitar 100.000 individu, tetapi sebagian besar berada di lanskap yang terpecah dan rentan terhadap perburuan.
Hilangnya pohon buah hutan juga menyebabkan malnutrisi, turunnya angka kelahiran, serta pergeseran jalur jelajah orangutan yang kerap menyebabkan konflik dengan manusia di area tepi hutan. Selain itu, akses jalan logging dan tambang membuka peluang lebih besar bagi perdagangan ilegal bayi orangutan.
Sulawesi: Primata Terancam
Sulawesi kini menjadi titik panas baru deforestasi akibat meningkatnya permintaan global terhadap nikel untuk baterai kendaraan listrik. Konsesi tambang berkembang cepat di kawasan hutan primer, terutama di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara, sehingga berdampak langsung pada berbagai primata endemik.
Terancamnya hutan primer menyebabkan 17 spesies primata endemik Sulawesi kehilangan habitat, termasuk Monyet Hitam Sulawesi dan Tarsius yang selama ini dikenal memiliki wilayah jelajah yang sempit dan sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan.
Dalam beberapa tahun terakhir, berbagai riset menunjukkan penurunan hutan primer mencapai 12 hingga 14 persen, yang mengakibatkan banyak populasi satwa terisolasi di petak-petak hutan kecil.
Para ahli mengingatkan bahwa tanpa intervensi serius, Sulawesi berpotensi mengulang krisis ekologis seperti yang terjadi di Sumatra, yakni lenyapnya sebagian besar hutan dataran rendah dalam periode 20 hingga 30 tahun.
Jawa: Pulau Terpadat, Habitat Owa Terkecil
Deforestasi di Jawa terjadi dalam pola yang berbeda dibanding pulau lain. Alih fungsi lahan untuk pemukiman, infrastruktur, pertanian intensif, serta aktivitas penebangan skala kecil telah menggerus sisa hutan primer dan sekunder yang menjadi habitat Owa Jawa.
Populasi satwa ini diperkirakan hanya sekitar 4.000 individu di alam liar, tersebar dalam kelompok kecil yang terputus oleh desa, jalan, dan lahan pertanian. Fragmentasi ekstrem memperbesar risiko perkawinan sedarah, menurunnya keanekaragaman genetik, hingga potensi kepunahan lokal dalam beberapa dekade mendatang.
Beberapa inisiatif lokal mencoba membangun koridor hutan untuk menyambungkan habitat yang terpisah, namun laju pembangunan yang cepat membuat upaya restorasi kalah langkah dibanding kerusakan.
Papua dan Maluku
Papua dan Maluku selama ini dikenal sebagai benteng terakhir hutan Indonesia karena tutupan hutannya masih utuh dibanding wilayah lain. Namun, perkembangan industri perkebunan skala besar, proyek pertanian terintegrasi, serta pertambangan nikel mulai meningkatkan tekanan terhadap ekosistem.
- Pusat Konservasi Jalur 21 Padang Sugihan Sambut Kelahiran Bayi Gajah Sumatera
- Rayakan Malam Tahun Baru di The Alts Hotel Palembang dengan Glow Fest 2026, Ini Menu dan Harga Paketnya!
- Kalaweit dan Upaya Perlindungan Satwa Liar dari Deforestasi Hutan Sumatra dan Kalimantan
Deforestasi Papua pada 2024 tercatat mencapai 17.341 hektare dan sebagian besar terjadi di kawasan hutan alam. Fauna endemik seperti burung cendrawasih, kasuari hingga kanguru pohon kehilangan area jelajah mereka yang selama ini menjadi bagian penting dari keseimbangan ekosistem.
Meski data populasi banyak spesies Papua masih minim, para ekologi menyatakan bahwa percepatan deforestasi akan berdampak signifikan terhadap keanekaragaman hayati yang menjadi salah satu yang terkaya di dunia.
Tanpa intervensi yang signifikan dari pemerintah, para ahli memperingatkan bahwa abad ke-21 dapat menjadi periode kepunahan massal satwa endemik Indonesia dan menjadi titik balik kritis bagi keberlanjutan ekosistem hutan tropis dunia.
Tulisan ini telah tayang di TrenAsia.com, jejaring media WongKito.co, pada 10 Desember 2025.

