KabarKito
Du Anyam: Anyaman yang Berdampak Nyata Bagi Perempuan NTT
JAKARTA, WongKito.co - Di balik indahnya kerajinan anyaman daun lontar yang kini menghiasi berbagai ruang, baik di rumah-rumah urban maupun dalam bingkisan korporat internasional, tersimpan kisah pemberdayaan yang mendalam.
Cerita ini dimulai pada tahun 2014, ketika tiga perempuan muda—Azalea Ayuningtyas, Hanna Keraf, dan Melia Winata—memutuskan untuk menyatukan visi mereka dalam sebuah gerakan sosial yang diberi nama Du Anyam.
Nama “Du Anyam” berasal dari dialek Maumere, Nusa Tenggara Timur (NTT), yang berarti “anyaman ibu”. Bukan sekadar nama, makna tersebut mencerminkan misi sosial brand ini: memberdayakan perempuan desa melalui kerajinan tangan tradisional, sekaligus merawat budaya lokal yang hampir tergerus oleh zaman.
Apa yang mereka mulai dari sudut timur Indonesia kini telah menjelma menjadi brand kerajinan tangan yang dikenal di lebih dari 50 negara.
Misi yang Mengakar: Pemberdayaan, Budaya, dan Keberlanjutan
Du Anyam tumbuh dari kesadaran akan realitas di lapangan—banyak perempuan di pelosok NTT tidak memiliki akses pada penghasilan mandiri, meskipun mereka memiliki keterampilan tradisional yang luar biasa. Di sisi lain, tradisi anyaman daun lontar yang diwariskan turun-temurun juga semakin ditinggalkan oleh generasi muda.
Berangkat dari permasalahan tersebut, Du Anyam menghadirkan solusi menyeluruh melalui pendekatan berbasis masyarakat. Para ibu dan perempuan penganyam dilibatkan secara aktif dalam proses produksi, bukan sekadar sebagai pekerja, tetapi sebagai penggerak utama. Mereka bukan hanya diberi pelatihan teknis, tapi juga didorong untuk lebih percaya diri mengambil keputusan dalam rumah tangga dan komunitas.
Pelestarian budaya pun menjadi nilai utama dalam setiap produk. Alih-alih mengganti atau mengubah teknik tradisional, Du Anyam mengangkatnya ke level baru dengan sentuhan desain kontemporer. Anyaman daun lontar yang sebelumnya dianggap biasa, kini tampil sebagai produk premium yang diburu oleh pasar modern.
- Reaksi Pasar Uni Eropa Langsung Cerah, Tarif Dipangkas Jadi 15 Persen
- Begini Resep Bolu Karamel Roti Tawar yang Enak
- AMSI Sumsel: Terima DPD PJS Bahas UKW hingga Konstituen Dewan Pers
Dan yang tak kalah penting, keberlanjutan dijadikan prinsip kerja. Du Anyam tak hanya berpikir soal keuntungan, tetapi juga bagaimana produksi berjalan ramah lingkungan, bagaimana daun lontar diambil tanpa merusak ekosistem, dan bagaimana setiap keuntungan bisa kembali pada komunitas dalam bentuk pendidikan, nutrisi, dan pelatihan keterampilan hidup.
Dampak yang Terasa Hingga ke Akar Rumput
Perjalanan Du Anyam selama satu dekade terakhir telah membawa dampak konkret bagi lebih dari 1.600 perempuan di 54 desa yang tersebar di NTT, Papua, serta Kalimantan Selatan dan Timur. Kehadiran brand ini bukan hanya soal produksi dan penjualan, tetapi benar-benar menyentuh aspek kehidupan sehari-hari.
Pendapatan para penganyam meningkat hingga 40%, memberi mereka kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar keluarga seperti makanan bergizi, pendidikan anak, hingga layanan kesehatan. Selain itu, ratusan anak dari komunitas binaan Du Anyam telah menerima beasiswa, membuka jalan baru menuju masa depan yang lebih cerah.
Pelatihan juga menjadi bagian penting dalam pendekatan Du Anyam. Para perempuan tidak hanya belajar membuat produk, tetapi juga mendapatkan bekal literasi digital, manajemen keuangan keluarga, serta edukasi seputar nutrisi dan kesehatan. Semua ini diberikan agar mereka tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang dalam kehidupan sosial dan ekonomi.
Keindahan Anyaman yang Menyimpan Cerita
Produk-produk Du Anyam bukanlah sekadar kerajinan tangan biasa. Dibuat dari daun lontar yang direbus, dijemur, dan diproses secara tradisional, setiap lembar anyaman adalah hasil dari keterampilan, kesabaran, dan jiwa seni para pengrajin. Teknik anyaman yang digunakan telah diwariskan lintas generasi, dan kini tampil dalam bentuk tas, dompet, pouch, keranjang, sandal hotel, hingga dekorasi rumah seperti tatakan gelas dan vas.
Desainnya yang modern namun tetap mempertahankan sentuhan etnik membuat produk Du Anyam sangat diminati, tidak hanya oleh pasar lokal tetapi juga global. Setiap item dikerjakan dengan tangan, sehingga tidak ada dua produk yang benar-benar sama. Inilah yang menjadikannya unik—setiap produk menyimpan cerita, dan setiap pembeli membawa pulang lebih dari sekadar barang, tetapi juga nilai dan makna.
Du Anyam juga membuka layanan kustomisasi, memungkinkan perusahaan atau institusi memesan produk dengan logo dan pesan khusus. Hal ini menjadikannya pilihan favorit sebagai corporate gift yang tidak hanya fungsional dan estetik, tetapi juga sarat nilai sosial.
Langkah Menuju Global: Dari Flores ke Dunia
Perlahan namun pasti, Du Anyam memperluas jangkauannya ke pasar internasional. Sejak tahun 2017 hingga 2018, brand ini mulai mengekspor produk ke berbagai negara, termasuk Amerika Serikat, Jepang, Kanada, Denmark, Belgia, hingga Italia. Prestasi demi prestasi terus diraih, termasuk menjadi official merchandiser Asian Games 2018, dengan menjual lebih dari 16.000 unit produk anyaman resmi acara tersebut.
Hingga akhir 2023, Du Anyam telah mengirimkan lebih dari 13 kontainer produk ke luar negeri dan menjangkau total 52 negara. Targetnya pun ambisius: lebih dari 450.000 produk terjual hingga tahun 2028.
Tak hanya ekspansi pasar, Du Anyam juga mendapat pengakuan internasional melalui berbagai penghargaan bergengsi seperti Inacraft Awards 2018, Good Design Indonesia, World Craft Council Award, CECT Sustainability Award, hingga Kehati Award 2020 atas kontribusinya dalam pelestarian budaya dan keberlanjutan lingkungan.
Model Bisnis Sosial yang Berkelanjutan
Sebagai social enterprise, Du Anyam mengusung model bisnis B2B yang memungkinkan kerja sama jangka panjang dengan perusahaan, hotel, dan institusi. Fokusnya adalah memberikan produk yang tidak hanya indah secara visual, tetapi juga membawa dampak nyata bagi pembuatnya.
Setiap kolaborasi desain dilakukan secara saksama, memastikan produk yang dihasilkan memenuhi selera pasar dan kebutuhan klien tanpa mengorbankan nilai budaya yang diusung. Semua produk bisa disesuaikan dengan identitas merek perusahaan yang memesan—menjadikannya ideal untuk suvenir acara atau merchandise eksklusif yang bernilai tinggi.
- Dampak Sistemik Jika Potongan Tarif Driver Grab Diturunkan ke 10 Persen
- Koper dan Zamzam Diserahkan ke Keluarga, Pencarian Nurimah Masih Berlanjut
- Usaha Sambal Rumahan Naik Kelas Berkat Pendampingan BRI
Praktik bisnis ini juga dijalankan dengan prinsip sustainable fashion. Du Anyam memastikan seluruh proses produksi tidak merusak alam. Pengambilan daun lontar dilakukan secara selektif, tanpa menebang pohon secara sembarangan, bahkan disertai upaya penanaman kembali dan pemeliharaan tunas muda. Tradisi anyaman yang lestari berjalan beriringan dengan kelestarian lingkungan.
Mengapa Du Anyam Dicintai Dunia?
Keberhasilan Du Anyam menembus pasar global bukanlah kebetulan. Produk mereka memiliki keunikan yang kuat, kombinasi antara teknik tradisional dan desain modern yang cocok dengan gaya hidup masa kini. Tak hanya itu, cerita di balik produknya—tentang perempuan desa yang bangkit, tentang budaya yang dijaga, dan lingkungan yang dirawat—menjadi nilai tambah yang tidak bisa ditiru begitu saja.
Setiap pembelian produk Du Anyam bukan hanya soal konsumsi, tetapi juga bentuk partisipasi dalam gerakan sosial. Konsumen global hari ini mencari lebih dari sekadar barang—mereka ingin makna, dan Du Anyam memberikannya.
Du Anyam: Dari Tradisi ke Transformasi
Du Anyam bukan sekadar cerita sukses bisnis. Ia adalah cermin bagaimana tradisi bisa menjadi alat transformasi sosial. Di balik anyaman daun lontar itu ada tangan-tangan ibu dari desa yang kini punya harapan lebih besar, anak-anak yang bisa melanjutkan pendidikan, dan komunitas yang lebih kuat secara ekonomi maupun budaya.
Saat Anda memilih tas, dompet, atau dekorasi rumah dari Du Anyam, Anda sebenarnya sedang menjadi bagian dari cerita yang lebih besar: tentang perempuan yang bangkit, tentang budaya yang tak dilupakan, dan tentang Indonesia yang mampu memikat dunia lewat kekuatan lokalnya.
Tulisan ini telah tayang di TrenAsia.com oleh Idham Nur Indrajaya pada Juli 2025.