Festival Teater Sumatera III: Respons dan Kritik Pangan Melalui Seni Panggung

Pementasan Kelompok Senyawa asal Bengkulu dalam Festival Teater Sumatera III di Palembang, Kamis (25/09/2025). (wongkito.co/yulia savitri)

PALEMBANG, WongKito.co - Festival Teater Sumatera III sukses digelar di Taman Budaya Sriwijaya Palembang pada 24 - 25 September 2025. Sebanyak 10 kelompok teater se-Sumatera menjadikan festival ini sebagai ruang respon, kritik, dan kontemplatif terkait tema besarnya yakni Pangan: Tanah, Air, dan Ingatan.

Salah satunya pentas dari Kelompok Teater Senyawa dari Bengkulu berjudul Sesaji Ilusi yang menjadi pertunjukan pamungkas pada Kamis (25/09/2025) pukul 16.00 WIB. Teater yang lahir 2012 di Curup ini menampilkan manusia yang kewalahan dengan perintah Dewa agar melakukan banyak ritual sesaji. Padahal mereka menyiapkan sesaji hanya untuk meminta Dewa menyelesaikan masalah kekeringan.

Sutradara Sesaji Ilusi, Adhyra Irianto mengungkapkan, naskah teater ini dibuat karena melihat kondisi sosial di Bengkulu. Di saat pajak sudah naik, Bengkulu menetapkan opsen pajak 60% sebagai pungutan tambahan daerah. Artinya untuk mendapatkan kesejahteraan, masyarakat Bengkulu harus membayar pajak lebih banyak. Sementara, pemangku kebijakan menghamburkan anggaran untuk hal yang tidak penting, seperti pembuatan patung di saat kondisi jalan antar kabupaten sebagai akses distribusi pertanian dan perkebunan hancur. 

“Biaya-biaya mubazir itu dibebankan ke rakyat dengan pajak yang terus naik, seperti Dewa yang terus meminta sesajian lebih banyak. Ketika ada suara penolakan dianggap menentang Dewa," jelasnya dibincangi usai pementasan.

Terkait seni panggung sebagai medium kritik, Adhyra mengutip Albert Camus bahwa seni menjadi cara terbaik untuk memberontak karena ia bentuk pengingkaran sekaligus keanggunan. Jadi, bisa mengkritik dengan cara elegan dan indah. Penonton yang datang akhirnya bukan mendengarkan protes tapi sebuah pertunjukan. 

“Bagi kami seniman, cara terbaik merespon situasi saat ini ya dengan respon kreatif lewat karya teater,” ujar Adhyra. 

Senada disampaikan Salwa Pratiwi selaku sutradara Puyang: Minyak Goreng dan Tisu Toilet dari Teater Potlot yang tampil pada Rabu (24/09/2025) pukul 16.00 WIB.  “Seni pertunjukan merupakan respon tubuh manusia dan harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) terhadap minyak goreng dan tisu toilet,” kata Salwa dalam keterangannya, Jumat (19/09/2025). 

Dijelaskan Salwa, hutan sebagai ruang hidup harimau sumatera di Pulau Sumatera, khususnya di Sumatera Selatan, terus mengalami kerusakan atau hilang. Penyebabnya oleh aktifitas perkebunan skala besar, seperti perkebunan sawit, HTI (Hutan Tanaman Industri), serta pertambangan, infrastruktur, dan lainnya. 

“Dampak dari hilang atau rusaknya hutan tersebut, membuat harimau sumatera kehilangan sumber makanan, sebab berbagai satwa sebagai sumber makanan harimau sumatera turut menghilang bersama hilangnya hutan.” 

Bukan hanya harimau sumatera yang kehilangan makanan, manusia yang hidup di sekitar hutan juga kehilangan sumber pangan dan obat-obatan. Semua kerusakan dan kehilangan hutan tersebut demi memenuhi kebutuhan minyak goreng, kosmetik, sabun mandi, dan tisu toilet bagi jutaan manusia, yang sebagian besar berada di luar Indonesia.

Target Hadirkan Aceh dan Kepri di Festival Tahun Depan

Festival Teater Sumatera III di Palembang resmi ditutup pada Kamis (25/09/2025) sore. Para penggiat teater se-Sumatera yang sudah menyuguhkan pementasan memikat diundang kembali pada agenda festival yang sama tahun depan. 

Kepada WongKito.co, Plh Kabid Kebudayaan Disbudpar Provinsi Sumsel, Agung Saputro mengatakan, Festival Teater Sumatera sudah berjalan tiga kali dengan tema yang berbeda. Pada tahun 2021, tema yang diusung adalah Sriwijaya dalam Jejak Rempah, sedangkan 2022 tema yang diusung adalah Ritual Penyembuhan. Adapun tahun 2025 diangkat isu pangan: tanah, air, dan ingatan.

“Tentu dari setiap tema itu muncul ide gagasan kreatif dalam bentuk teater. Menarik karena ada keragaman pertunjukan. Tema-tema itu juga berkaitan dengan Sumsel,”

Dia berharap di tahun-tahun mendatang kegiatan ini dapat terus dilaksanakan dan dapat menjaring peserta semakin banyak. Terutama dari provinsi yang belum bisa hadir pada Festival Teater Sumatera III di Palembang. “Kami berharap komunitas teater dari Aceh dan Kepri bisa bergabung di agenda berikutnya."

Adapun 10 grup teater yang tampil tahun ini di Palembang, antara lain Teater Medan (Sumatera Utara) dengan kara “Meja Makan MikirMikir”, Komunitas Seni Hitam Putih (Padang Panjang) dengan karya “Surat Tanpa Alamat”, Komunitas Sunting (Riau) dengan karya “Datuk Pagar”.

Lalu, ada Komunitas Seni Nan Tumpah (Padang Pariaman) dengan karya “Indomiii Rasa Rendang/Sambil Menyelam Minum Plastik”, Teater Air (Jambi) dengan karya “Manifesto Dapr Retak”, Teater Senyawa (Bengkulu) dengan karya “Sesaji Ilusi”, Komunitas Berkat Yakin (Kober) dari Lampung dengan karya “Hilang Huma (n).

Dari Sumatera Selatan, ada Teater Umak dengan karya “Kentut”, Teater Seinggok Sepemunyian (Prabumulih) dengan karya “Beume”, dan Teater Potlot dengan karya “Puyang: Minyak Goreng dan Tisu Toilet”. Masih dalam rangkaian festival, digelar juga pameran foto teater dan diskusi teater. (yulia savitri)

Editor: Redaksi Wongkito
Redaksi Wongkito

Redaksi Wongkito

Lihat semua artikel

Related Stories