KabarKito
Fisip UIN Raden Fatah Hadirkan Pakar dari Lima Universitas di Asia, Bahas Eksistensi Peradaban Islam Melayu
PALEMBANG, WongKito.co - Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Islam Negeri Raden Fatah (UIN RF) Palembang menyelenggarakan Webinar Internasional dengan tema "Building And Strengthening Networks Of Social Scientists In Tanah Melayu".
Webinar tersebut secara khusus membahas seputar jejaring keilmuan sosial di Tanah Melayu, seminar online dibuka langsung Dekan FISIP UIN Raden Fatah, Prof. Dr. H. Izomiddin, M.A dan menghadirkan lima orang pakar Melayu dari Universitas di Asia, seperti dari Malaysia dan Jepang, berlangsung pada Rabu (15/3/2023).
Prof Izomiddin menjelaskan kekinian terjadi perkembangan peradaban Islam Melayu.
“Faktanya, saat ini unsur – unsur teknologi yang diciptakan di negara dan bangsa muslim Melayu memang muncul, tapi tidak ada karakteristik kemelayuan, misalnya beberapa industri teknologi di Indonesia atau negara muslim lainnya,” katanya.
Baca Juga:
- Makin Nyaman, kini Layanan MPP Palembang Dilengkapi Pojok Baca Sediakan Beragam Buku Bermutu
- 34 Bulan Neraca Perdagangan Indonesia Bertahan Surplus Rp84,2 Triliun
- BPS: Ekspor Februari 2023 Turun jadi Rp328,9 Triliun
Ia juga menambahkan bahwa dapat dirasakan sekarang budaya Melayu sudah berangsur hilang wujud cara dan etika melayu.
Contohnya di Indonesia sangat terasa berangsur hilang, terutama dalam hal yang berkaitan dengan kebijaksanaan dalam urusan kehidupan bermasyarakat dan berbangsa, tambah dia.
Pembicara dari Universitas Sains Malaysia, Dr. Nik Norma Nik Hasan, Ph.D memberikan penjelasan terkait identitas Melayu.
"Sebagai seorang melayu yang lahir dan dibesarkan di Malaysia, bagi saya Melayu adalah mereka yang menggunakan bahasa melayu seharian, beragama Islam, mengamalkan adat melayu dan secara fisik berkulit warna sawo matang," ujarnya.
Lebih lanjut, ia mengatakan meskipun ada yang mengaku sebagai orang Jawa atau suku lainnya, baginya mereka tetap bagian dari melayu.
"Di Malaysia, orang Melayu terdiri dari orang Jawa, Minang, Bugis, Aceh, Banjar, Rawa, Mandailing dan beberapa etnik Indonesia yang berhijrah ke Tanah Melayu sebelum adanya sempadan politik. Namun mereka tetaplah orang Melayu," katanya.
Nik Norma berharap dari pemaparan ini, masyarakat terutama mahasiswa dapat melihat perbandingan budaya yang dibuat oleh orang Melayu dari negara lain terutama dari Indonesia.
"Sangat disayangkan, saat ini masih sedikit sekali perbincangan mengenai hubungan budaya antara orang Melayu,” ucapnya.
Baca Juga:
- Aktivis Perempuan Palembang: Kasus Kekerasan Perempuan belum jadi Penanganan Prioritas Pemerintah
- Sumsel Siap-Siap, BMKG Sebut Kemarau Tahun 2023 Tiba Lebih Awal
- Wyndham Opi Hotel Palembang Tawarkan Promo Berbuka Puasa
Sedangkan pembicara dari Nihon University Japan, Prof. Dr. Takuji Arai, Ph.D mengatakan beberapa negara yang menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar sampai kini masih bertahan.
Negara Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei dan juga kawasan selatan yag menggunakan bahasa Melayu sebagai pengantar masih bertahan hingga kini, katanya.
Pembicara lainnya, Prof. Alexander G Flor, Ph.D menuturkan pandemik tidak menyebabkan pergesaran budaya ke media digital.
“Tetapi harus diakui pandemi mempercepat migrasi, termasuk dalam hal komunikasi dengan menggunakan bahasa Melayu," ujar dia.
Sementara, Ketua Pusat Layanan Internasional UIN Raden Fatah, Susi Herti Afriani, Ph.D mengatakan kegiatan ini merupakan kolaborasi Fisip UIN Raden Fatah dengan berbagai perguruan tinggi di Asia.
“Webinar ini menjadi salah satu langkah sinergitas dengan universitas lain di Asia dalam rangkaian menjaga eksistensi Melayu," kata dia.(ril)