Kenali 8 Tanda Penipuan Berkedok Lowongan Kerja, Berikut Cara Hindarinya

Ilustrasi kerja. (ist/freepik)

JAKARTA, WongKito.co - Penipuan lowongan kerja yang beredar di berbagai media online semakin marak seiring dengan peningkatan akses internet dan penggunaan media sosial oleh para pencari kerja. Modus ini tidak hanya menargetkan lulusan baru, tetapi juga pekerja berpengalaman yang mencari kesempatan full time maupun freelance

Kejahatan ini memanfaatkan kebutuhan mendesak tenaga kerja dan ketertarikan terhadap tawaran pekerjaan cepat yang sering kali disebarkan di platform seperti Facebook, Instagram, WhatsApp, dan situs-situs rekrutmen abal-abal. 

Deputi Komisioner Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan dan Pelindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ketua Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (PASTI) Rizal Ramadhani mengatakan bahwa info lowongan kerja palsu saat ini memang tengah marak sehingga masyarakat harus hati-hati agar tidak terjebak. 

Satgas PASTI pun turut terlibat dalam pemberantasan aktivitas lowongan kerja palsu yang meresahkan ini dan menjalin kerja sama dengan pihak Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Kementerian Ketenagakerjaan, serta Badan Sandi dan Siber Negara (BSSN). 

Baca Juga:

Satgas PASTI dalam hal ini bertugas untuk menerima laporan dari korban yang tertipu oleh lowongan kerja palsu yang modus operandinya adalah mengharuskan pelamar mengeluarkan uang. 

"Ini agak mirip dengan shopping scam yang barangnya tidak dikirim setelah uang ditransfer. Nah, kalau ini mereka (korban/pelamar) kirim uang, setelah itu biasanya pelaku menghilang," ujar Rizal saat ditemui dalam diskusi  Wabah Penipuan Digital di Asia: Bagaimana Respons Indonesia? sebagai rangkaian acara Digiweek yang diselenggarakan Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) di Jakarta, Selasa, 3 Juni 2025. 

Rizal mengatakan bahwa modus dari lowongan kerja bisa bermacam-macam, mulai dari impersonate sampai social engineering. Penipuan semacam ini masih cukup banyak terjadi dan pihaknya bersama pihak terkait lainnya berupaya agar korban tidak terus bertambah. 

Tren dan Perkembangan Terbaru 

1. Peralihan ke Ekonomi Gig dan Freelance 

Dalam beberapa tahun terakhir, perusahaan cenderung mengurangi perekrutan karyawan tetap dan lebih mengandalkan kontrak jangka pendek atau pekerja lepas (freelancer). Hal ini tidak hanya menciptakan peluang kerja yang fleksibel, tetapi juga membuka celah bagi penipu yang menawarkan “kerja remote” atau “freelance” dengan iming-iming gaji tinggi, misalnya Rp20 juta untuk pekerjaan administratif yang sebenarnya palsu. 

2. Peningkatan Laporan dan Pelaporan Hoaks 

Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat peningkatan signifikan laporan hoaks lowongan kerja sejak awal 2024. Sekretaris Jenderal Kemnaker, Anwar Sanusi, menyatakan bahwa mereka menerima ratusan laporan setiap bulan melalui Posko Pencegahan Hoaks dan hotline 1500-630. Meskipun belum ada angka pasti yang dirilis, jumlah aduan yang terus bertambah menunjukkan tren kenaikan kasus penipuan loker online

3. Keterlibatan Berbagai Instansi dalam Penanganan 

Untuk meredam penyebaran hoaks, Kemnaker membentuk Satgas Penanganan Hoaks Lowongan Kerja yang melibatkan BSSN, Kominfo, Polri, Dinas Tenaga Kerja daerah, dan Satgas PASTI. Satgas ini bertugas memverifikasi setiap informasi lowongan sebelum disebarkan ke publik, termasuk penggunaan registrasi QR Code sesuai Perpres No. 57/2023 tentang Wajib Lapor Lowongan Kerja. 

Contoh Kasus Penipuan 

1. Kasus Penipuan di Kabupaten Serang (Oktober 2024) 

• Jumlah korban: 60 orang
• Kerugian total: Rp300.000.000.
• Modus operandi: Pelaku mengaku bisa memasukkan korban ke PT Nikomas dan PT Sanfang Indonesia dengan biaya administrasi antara Rp6 juta hingga Rp27 juta per orang. Setelah korban membayar, lowongan fiktif dan pelaku menghilang. 

2. Kasus di Tangerang (Mei 2025) 

• Jumlah korban: 10 pelamar kerja
• Kerugian total: Rp229.000.000
• Modus operandi: Pelaku berkedok rekrutmen PT Nikomas Gemilang via Facebook, meminta korban membayar Rp23 juta–Rp27 juta sebagai syarat masuk kerja. Korban menerima surat kerja dan kartu pegawai palsu, kemudian menyadari penipuan saat mendatangi lokasi ujian. 

3. Kasus di Gresik (Mei 2025) 

• Jumlah korban: Puluhan warga Gresik
• Kerugian individual: Antara Rp2 juta hingga Rp10 juta
• Modus operandi: Korban membayar uang tebusan untuk bekerja di perusahaan ternama di Manyar, Gresik. Setelah transfer, pelaku memblokir kontak dan menghilang. Korban akhirnya melaporkan ke Polres Gresik. 

4. Modus Remote Freelance Editor Media Sosial 

Pelaku memposting tawaran freelance editor artikel dengan bayaran Rp20 juta per bulan (bekerja 4 jam per hari). Pelamar diminta membayar Rp500.000 sebagai biaya “aktivasi akun.” Setelah pembayaran, akses ke platform ditutup oleh pelaku dan tidak ada pekerjaan nyata. 

Ciri-ciri Umum Modus Penipuan Lowongan Kerja 

Berdasarkan berbagai imbauan resmi Kemnaker dan Kominfo, berikut ciri-ciri kolaboratif yang sering ditemui pada lowongan kerja palsu: 

1. Tawaran Gaji Fantastis untuk Pekerjaan Tidak Spesifik 

Tawaran gaji di atas standar industri (misalnya Rp15 juta–Rp20 juta untuk posisi staf administrasi entry-level) patut dicurigai karena realitas pasar kerja umumnya lebih rendah. Korban ditarik perhatian dengan janji gaji besar untuk kualifikasi minimal. 

2. Penggunaan Alamat Email dan Situs Gratis 

Rekruter palsu kerap memakai email @gmail.com atau @yahoo.com alih-alih domain resmi perusahaan. Demikian pula, link situs lowongan terkadang berupa subdomain WordPress, Blogspot, atau situs sementara tanpa branding perusahaan. 

3. Tidak Ada Informasi Perusahaan yang Jelas

Lowongan tidak mencantumkan alamat kantor, nomor telepon valid, atau deskripsi tugas yang logis. Jika Anda mencoba mengecek keberadaan perusahaan—misalnya melalui situs resmi atau Direktori Perusahaan—dan tidak menemukan jejak, sebaiknya hindari. 

4. Permintaan Biaya Administrasi, Pelatihan, atau Seragam 

Perusahaan sah tidak membebankan biaya apa pun untuk proses rekrutmen. Jika ada permintaan transfer uang—untuk biaya pendaftaran, pelatihan, “tes kesehatan,” atau “seragam kerja”—maka hampir pasti itu modus penipuan. 

5. Proses Rekrutmen yang Tidak Transparan 

Pelaku sering melakukan “interview instan” lewat chat WhatsApp atau Telegram tanpa verifikasi formal. Tahapan seleksi tidak jelas (misalnya tiba-tiba langsung diterima setelah mengisi formulir Google tanpa sampai ke tahap wawancara tatap muka). 

6. Batas Waktu Pendaftaran yang Selalu Diperpanjang 

Akun atau postingan yang seharusnya expired tetap di-repost oleh pihak ketiga dengan durasi yang tidak masuk akal. Banyak lowongan palsu terus beredar meski pendaftaran sudah ditutup berbulan-bulan sebelumnya. 

7. Permintaan Data Pribadi Sensitif 

Beberapa kasus menuntut pelamar mengirimkan file KTP, kartu keluarga, NPWP, bahkan nomor rekening sebelum ada jaminan keabsahan lowongan. Ini berpotensi disalahgunakan untuk pencurian identitas. 

8. Proses Pembayaran Tunai 

Korban ditekan untuk menyerahkan uang tunai langsung agar tidak “rumit” dengan transfer bank. Setelah pembayaran, pelaku memblokir kontak dan menghilang. 

Dampak dan Kerugian Korban 

1. Kerugian Finansial 

Banyak korban kehilangan uang jutaan rupiah tanpa kepastian pekerjaan. Misalnya, kasus di Serang mengakibatkan kerugian rata-rata Rp5 juta per orang, total Rp300 juta dari 60 korban, dan di Tangerang korban kehilangan Rp23 juta–Rp27 juta per orang dengan total kerugian Rp229 juta. 

2. Kerugian Non-Finansial 

Selain uang, korban yang tertipu sering mengalami tekanan psikologis, stres, dan kehilangan kesempatan melamar pekerjaan resmi lainnya karena waktu dan energi terbuang untuk menindaklanjuti lowongan palsu. 

3. Reputasi dan Kepercayaan 

Kasus-kasus penipuan yang marak membuat masyarakat cenderung skeptis terhadap lowongan baru, termasuk yang sebenarnya sah. Ini mempersulit perusahaan kredibel mencari kandidat yang kompeten karena calon pelamar khawatir terhadap risiko serupa. 

Baca Juga:

Cara Mencegah dan Melaporkan 

1. Verifikasi Sumber Resmi 

Selalu cek informasi lowongan melalui situs web resmi perusahaan atau portal rekrutmen terpercaya (JobStreet, LinkedIn, KarirHub Kemnaker). Hindari klik link yang dibagikan secara acak di grup WhatsApp atau komentar tanpa verifikasi akun resmi. 

2. Konfirmasi Kembali Melalui Saluran Resmi 

Jika tertarik dengan lowongan di media sosial, konfirmasi langsung ke email resmi perusahaan (domain perusahaan, bukan @gmail) atau kontak HRD yang tertera di situs web. Jangan ragu mencari nomor telepon perusahaan dan bertanya via call untuk memastikan lowongan benar-benar valid. 

3. Tolak Jika Diminta Membayar

Perusahaan sah tidak meminta biaya apa pun untuk proses seleksi. Segera laporkan jika ada rekruter yang menuntut transfer uang via dompet digital, rekening pribadi, atau tunai. 

4. Pelaporan ke Kemnaker dan Polisi 

- Hotline Kemnaker (1500–630): Melayani aduan penipuan lowongan kerja.
- Polri/SPKT di Polres terdekat: Untuk kasus yang sudah merugikan, korban bisa melapor agar pelaku diproses pidana (Pasal 378 KUHP mengenai penipuan).

- BSSN/Kominfo: Jika hoaks tersebar di platform digital, laporkan melalui Lapor.go.id atau Kantor Kominfo setempat. 

5. Gunakan Registrasi QR Code 

Lowongan resmi terverifikasi mulai menerapkan QR Code sesuai regulasi Perpres No. 57/2023. Pencari kerja dapat memindai QR Code untuk memeriksa validitas lowongan secara langsung di aplikasi atau situs resmi Kemnaker.

Tulisan ini telah tayang di TrenAsia.com oleh Idham Nur Indrajaya pada 3 Juni 2025.

Editor: Redaksi Wongkito
Bagikan
Redaksi Wongkito

Redaksi Wongkito

Lihat semua artikel

Related Stories