KabarKito
Pemerintah Harus Serius Atasi Masifnya Gelombang PHK Sektor Padat Karya
JAKARTA - Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri padat karya semakin masif di awal tahun, bertepatan dengan menyambut bulan Ramadan. Terbaru, tutupnya pabrik PT Sri Rejeki Isman atau PT Sritex yang mengumumkan PHK terhadap 10.660 karyawannya pada 26 Februari 2025.
Langkah PHK diambil setelah PT Sritex diputus pailit demi hukum, menyusul putusan Mahkamah Agung yang menolak kasasi pada Putusan Nomor 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg. Selain itu, dua perusahaan lainnya, PT Sanken Indonesia dan PT Yamaha Music, juga berencana menutup pabrik di Indonesia dan melakukan PHK terhadap ribuan karyawannya.
Kementerian Perindustrian menyatakan bahwa PT Sanken tutup karena permintaan perusahaan induknya di Jepang untuk fokus pada produksi semikonduktor. Sementara PT Yamaha Music mengalami penurunan produksi piano sehingga akan merelokasi pabriknya ke negara asalnya di Jepang.
Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio mengatakan, masifnya gelombang PHK yang terjadi saat ini tidak terlepas dari kondisi ekonomi global dan dalam negeri. Bahkan, ia memprediksi bahwa PHK masih akan berlanjut.
“Jangan heran kalau di bulan-bulan ke depan akan banyak industri padat karya lainnya yang akan melakukan PHK,” tegasnya kepada wartawan.
Baca Juga:
- Begini Resep Puding Terenak
- Harga Emas Hari ini Turun Rp28.000 per Gram
- BPJS Kesehatan Palembang Sosialisasi Program SRIKANDI, Simak Penjelasannya
Industri padat karya adalah jenis industri yang membutuhkan banyak tenaga kerja dalam proses produksinya, dibandingkan dengan penggunaan teknologi atau mesin, sehingga industri ini menjadi tulang punggung perekonomian nasional. Adapun yang termasuk dalam industri padat karya adalah sektor tekstil, alas kaki, perkebunan termasuk industri hasil tembakau, perikanan kelautan, kerajinan, konstruksi, serta pariwisata dan perhotelan.
Agus menyatakan bahwa saat ini industri dalam negeri tidak banyak berkembang karena banyaknya regulasi-regulasi restriktif dan pungutan ilegal, terutama terkait perizinan. Banyaknya pungutan ilegal membuat harga produksi menjadi lebih mahal. Ketika dijual untuk ekspor, produk Indonesia kalah bersaing dan hanya mengandalkan pasar dalam negeri.
Sementara dari sisi perlindungan pekerja, Pengamat Ketenagakerjaan, Timboel Siregar, mengatakan bahwa pemerintah memiliki peran sentral untuk mengatasi PHK di industri padat karya. Sesuai dengan Pasal 151 UU Cipta Kerja, pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah harus mengupayakan agar tidak terjadi PHK. Jika PHK tidak dapat dihindari, prosesnya harus dilakukan dengan transparansi dan melalui mekanisme penyelesaian yang telah ditetapkan.
“Seharusnya pemerintah pusat dan daerah rutin jemput bola ke perusahaan, untuk menanyakan apa yang menjadi hambatan,” tambah Timboel.
Hal ini menjadi penting bagi Pemerintah untuk menghilangkan hambatan-hambatan, atau justru regulasi-regulasi, yang mengancam keberlangsungan industri-industri padat karya.
Baca Juga:
- Yuk Nikmati Cheese Rizz, Penuh Toping dan Keju Berlimpah
- Hoaks: Video Pembuatan Beras dari Botol Bekas, Cek Hasil Penelusurannya
- Rasakan Sensasi Berkunjung ke Kebun Binatang di Mal, Pocket Zoo Hadirkan Hiburan dan Edukatif
Selain itu, memonitor kebutuhan investor juga bisa menjadi langkah mitigasi pemerintah dalam hal PHK. Dengan banyaknya fenomena PHK saat ini, tak ayal akan mempengaruhi konsumsi masyarakat, apalagi saat ini 52% PDB ditopang oleh konsumsi. “Kalau ada PHK, masyarakat tidak memiliki uang lagi untuk belanja, dan konsumsi masyarakat menurun. Hal itu juga membuat kontribusi ke investasi berkurang, karena daya beli melemah, karena barang yang diproduksi tidak laku,” tukas Timboel.
Kerawanan sosial dengan banyaknya pengangguran juga meningkatkan kriminalitas. Timboel menjelaskan bahwa Indonesia seharusnya belajar dari Amerika Serikat (AS), di mana isu PHK menjadi sangat krusial. “Tingkat pengangguran terbuka menjadi isu yang sangat sensitif, itu adalah warning bagi perekonomian di sana,” tuturnya.
Tulisan ini telah tayang di TrenAsia.com oleh Ananda Astri Dianka pada 28 Mei 2025.