Kisah Dara Penyintas Kekerasan Berbasis Gender Online, Ungkap Bersyukur Didukung Penuh Sang Ibu

Kisah Dara Penyintas Kekerasan Berbasis Gender Online, Ungkap Bersyukur Didukung Penuh Sang Ibu (Dok.Wongkito.co)

JAKARTA, WongKito.co - Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) menjadi salah satu kejahatan yang marak di era digital.

Masih banyak kasus KBGO yang belum terungkap, tetapi seorang perempuan penyintas bernama Dara menceritakan bagaimana dirinya menjadi korban kekerasan berbasis gender online.

Cerita tersebut disampaikan pada peringatan Safer Internet Day 2023 yang digelar Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan mitra pembangunan lainnya, pekan lalu.

"Kejadian berawal, saat itu saya bersekolah di salah satu Pesantren ternama di daerah Jakarta Selatan. Usia saya, 13 tahun dan belum mengenal apa itu kekerasan seksual," kata Dara mengawali cerita dengan bergetar.

"Saat itu saya sedang sakit radang payudara, saya pun mengabarkan dan mengirimkan foto kepada ibunda. Namun saya tidak menyangka foto yang harusnya jadi privasi saya itu tersebar luas di pesantren saya,” kata dia, mengutip laman kemenpppa.go.id.

Baca Juga:

Tersebarnya foto pribadi tersebut ia katakan ketika salah seorang senior laki-laki di sekolahnya datang ke rumahnya untuk menjenguk. Ketika itu, sang senior sempat meminjam telepon genggam dan meminta izin untuk digunakan berkomunikasi dengan orang tuanya.

“Saya sama sekali tidak punya pikiran buruk kepada orang lain bahwa akan ada orang yang lancang membuka handphone dan mengirimkan foto di galeri saya. Pada saat itu foto yang dia kirim adalah foto bagian dada saya ke grup angkatannya dan dia menuliskan pesan seolah-olah itu (mengirim foto) perbuatan saya,” lanjut Dara.

Dara berkisah, pada saat foto kemudian tersebar, sanksi yang didapatkan selain hujatan dari satu sekolah dan seluruh teman-temannya, dia juga mendapatkan perlakuan diskriminasi dari guru-guru.

“Saya juga dihujat oleh guru-guru yang semestinya melindungi. Tapi yang mereka pikirkan bukan saya sebagai korban, tetapi menurut mereka itu dianggap menyimpang dan harus dikeluarkan dari sekolah,” ujar dia.

Baca Juga:

Terpuruk, sedih, dan trauma dirasakannya. Ia mengaku kehilangan kepercayaan diri, semangat, dan merasa bukan sebagai perempuan baik. Beban yang dirasakan cukup panjang, namun dia sangat bersyukur karena kehadiran ibunya yang menguatkan dan membantunya dapat bangkit kembali.

"Sangat bersyukur, saya punya ibu jasanya luar biasa yang memberikan support terbaiknya untuk selama saya hidup. Support itu yang membuat saya bisa bangkit, bisa berdiri, bahkan bisa mendirikan organisasi saya sendiri yang fokus untuk masalah kekerasan seksual,” tuturnya.

Dalam kesempatan itu juga, Dara menekankan pentingnya peran keluarga dan masyarakat untuk bersama-sama mencegah terjadinya KBGO yang dapat dilakukan dengan cara sederhana, yaitu tidak menyebarluaskan konten yang didapatkan.

“Pesan saya untuk semua, ketika kita mendapat video, foto, atau link apa pun itu terkait hal-hal yang tidak seharusnya kita dapatkan, simpan itu untuk kita dan segera hapus. Dengan cara sesimple itu, kita sudah mencegah kekerasan gender berbasis online. Jangan sebarluaskan,” ucapnya seraya menahan tangis.

Agar para korban dapat bangkit dan pulih dari trauma serta rasa takut, pemulihan bukan hanya tanggung jawab korban sendiri.

Dalam mendukung perjuangan KemenPPPA untuk memberikan ruang aman dan nyaman bagi perempuan dan anak terutama di ranah digital, kanal layanan aduan juga telah dibangun untuk memudahkan masyarakat dalam melaporkan terjadinya tindak kekerasan melalui layanan SAPA 129, yang bisa diakses melalui Call Center 129 atau pesan WhatsApp di 08111-129-129.

“Bagi seluruh perempuan, seluruh anak, dan siapapun, kita memiliki value sebagai seorang manusia dan kita berhak bilang tidak, kita berhak melakukan yang kita mau, berani untuk speak up dan kita harus melindungi diri kita juga sesama perempuan,” demikian pesan Dara.(*)


Related Stories