Koalisi Ajukan Uji Materi Pasal Pengungkapan Data Pribadi Demi Hak Atas Informasi

Pasal Pengungkapan Data Pribadi Ancam Hak Atas Informasi, SIKAP Ajukan Uji Materi. (ist/aji.or.id)

JAKARTA, WongKito.co -- Tim Advokasi untuk Kebebasan Informasi dan Data Pribadi (SIKAP) mengajukan permohonan uji materi ke Mahkamah Konstitusi terhadap Pasal 65 ayat (2) dan Pasal 67 ayat (2) Undang-Undang No. 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP), Kamis (31/07/2025).

Permohonan diajukan oleh SIKAP sebagai bentuk komitmen untuk memastikan perlindungan data pribadi yang sejalan dengan prinsip-prinsip konstitusional, serta menjamin hak atas kebebasan berekspresi dan informasi. 

Tim SIKAP terdiri dari LBH Pers, ELSAM, AJI Indonesia, SAFENet, dan beberapa individu dengan latar belakang profesi akademisi, peniliti, sampai dengan pegiat seni dan sastra.

Secara rinci, pemohon dalam pengujian ini terdiri dari Prof. Dr. rer. soc. Masduki, Amry Al Mursalaat, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, dan Pembela Kebebasan Berekspresi Asia Tenggara (SAFEnet) yang didampingi oleh LBH Pers dan Elsam selaku kuasa hukum.

Adapun bunyi pasal yang diuji adalah sebagai berikut: “Setiap orang dilarang secara melawan hukum mengungkapkan data pribadi yang bukan miliknya”. 

Pasal tersebut mengatur tindak pidana pengungkapan data pribadi, tanpa terdapat penjelasan mengenai sejauh mana atau pada koridor apakah suatu tindakan pengungkapan data pribadi dapat memenuhi unsur pasal “secara melawan hukum”.

Ketiadaan penjelasan yang secara spesifik mengatur bentuk-bentuk pengungkapan data pribadi secara melawan hukum sebagaimana yang termaktub pada pasal tersebut, berpotensi digunakan untuk mengkriminalisasi penikmatan hak atas kebebasan berekspresi yang sah serta merenggut hak publik atas informasi yang dijamin oleh Konstitusi, seperti kerja jurnalistik, akademik, seni, dan kerja-kerja advokasi isu publik. 

“Kami melihat ada pasal yang berpotensi memberikan tantangan, tak hanya kepada kerja jurnalistik, tetapi juga kepada akademisi dan pekerja seni. Sebagai contoh ketika jurnalis mengolah data pribadi terkait kasus korupsi, jurnalis berpotensi untuk dikriminalisasi“ ujar Nany Afrida, salah satu Pemohon dalam permohonan ini. 

Kekhawatiran yang timbul dari para pemohon merupakan bukti nyata adanya potensi kerugian yang menurut Yurisprudensi MK diakui sebagai kerugian konstitusional. Adapun kerugian sebagaimana dimaksud merujuk pada pemenuhan hak-hak masyarakat sipil seperti yang diatur pada Pasal 1 ayat (2) tentang kedaulatan rakyat, Pasal 28C ayat (1) tentang hak atas kebebasan akademik, Pasal 28D ayat (1) tentang kepastian hukum, Pasal 28E ayat (3) tentang kebebasan berpendapat, Pasal 28F tentang hak atas informasi, dan Pasal 32 ayat (1) tentang kebebasan dalam berkesenian.

Pada permohonan ini, SIKAP menegaskan bahwa pengungkapan data pribadi untuk pemenuhan hak atas informasi publik, seperti investigasi jurnalis, riset ilmiah, karya seni yang merupakan produk dari kerja-kerja jurnalistik, akademisi, dan pekerja seni bukan termasuk perbuatan ‘melawan hukum’ yang dapat dipidana. 

Mengingat eratnya kelindan antara aktivitas ekspresi yang sah dan hak atas informasi dengan pengungkapan data pribadi, maka pemenuhan antara hak atas privasi dan hak atas kebebasan berekspresi serta hak publik atas informasi harus dilakukan secara proporsional agar tidak ada hak yang dikorbankan demi pemenuhan hak yang lainnya. 

Oleh karena itu, kami meminta Mahkamah Konstitusi untuk menafsirkan pasal-pasal tersebut agar tidak berlaku untuk aktivitas-aktivitas yang sah dan dilindungi konstitusi. Tanpa tafsir yang jelas, ketentuan ini menciptakan ruang kriminalisasi dan pembungkaman.

Permohonan ini adalah bentuk pengingat bahwa perlindungan data pribadi tidak boleh mengorbankan hak konstitusional warga negara, terutama mereka yang bekerja di garis depan demokrasi dan kebebasan sipil.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, SIKAP mendorong Mahkamah Konstitusi untuk:

  1. Menerima kedudukan hukum para pemohon dan menerima permohonan uji materi terhadap Pasal 65 ayat (2) dan Pasal 67 ayat (2) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi;
  2. Mengabulkan permohonan para pemohon demi mewujudkan terjaminnya keseimbangan antara pemenuhan hak atas privasi dan hak atas kebebasan ekspresi serta hak atas informasi;
  3. Memberikan pertimbangan yang berlandaskan prinsip-prinsip hak asasi manusia dan mengedepankan kepentingan kedaulatan rakyat.
Editor: Redaksi Wongkito
Bagikan
Redaksi Wongkito

Redaksi Wongkito

Lihat semua artikel

Related Stories