Ragam
Koalisi STuEB Laporkan 15 Kejahatan Lingkungan 8 PLTU di Sumatera
PALEMBANG, WongKito.co - Sebanyak 15 laporan dugaan kejahatan lingkungan yang dilakukan delapan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara di Pulau Sumatera dilaporkan ke Dirjen Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), Senin (5/5/2025).
Dugaan pelanggaran kejahatan lingkungan tersebut disampaikan oleh masyarakat sipil yang tergabung dalam koalisi Sumatera Terang untuk Energi Bersih (STuEB), kumpulan 15 organisasi masyarakat sipil Sumatera yang beberapa tahun terakhir memantau pengelolaan lingkungan sembilan PLTU batu bara di Pulau Andalas itu.
Konsolidator STuEB Ali Akbar, mengatakan berdasarkan hasil pemantauan, sembilan PLTU batu bara yang beroperasi di Sumatera mulai dari Aceh sampai Lampung tidak mampu menjalankan kewajiban lingkungan yang dibebankan kepada mereka.
"Kami mengindikasikan tidak hanya delapan PLTU ini, tetapi dari total 33 unit pembangkit yang ada di Sumatera yang diperkirakan juga melakukan tindakan yang sama. Sementara di sisi yang lain, Indonesia sedang gencar-gencarnya menjalankan agenda transisi energi," kata Ali, dalam siaran pers secara online.
Baca Juga:
- Ekonomi Sumsel Triwulan I-2025 Tumbuh 5,22 Persen
- Dorong Faskes Ramah Disabilitas, HWDI Audit Sosial 6 Puskesmas di Palembang
- Fokus Kinerja Jadi Pondasi dan Strategi Utama dari Pertumbuhan BRI
Berdasarkan pemantauan yang dilakukan kurun waktu Februari hingga April 2025, laporan pengaduan disampaikan serentak melalui kanal online yang disediakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) (https://kemenlh.go.id/) pada 5 Mei 2025, yakni dari Apel Green Aceh atas dugaan pelanggaran pengadaan serbuk kayu bagi PLTU batu bara Nagan Raya, Yayasan Kanopi Hijau Indonesia tentang pembuangan limbah FABA yang serampangan oleh PLTU Teluk Sepang, Yayasan Anak Padi tentang limbah FABA PLTU Keban Agung, laporan dari LBH Padang tentang kualitas udara yang buruk di PLTU Ombilin, laporan dari LBH Lampung tentang dugaan pelanggaran pengeloalan FABA PLTU Sebalang.
Kemudian laporan dari Sumsel Bersih tentang kerusakan sumber mata air bersih akibat pemindahan dan penutup aliran anak Sungai Niru serta rusaknya hutan Bukit Kancil yang merupakan daerah resapan air akibat pembangunan PLTU Sumsel I dan laporan dari Lembaga Tiga Beradik Jambi tentang kerusakan anak Sungai Ale dan Tembesi akibat limbah Faba PLTU Semaran dan laporan Yayasan Srikandi Lestari tentang pencemaran laut dan udara di PLTU Pangkalan Susu.
Ali menambahkan program tansisi energi untuk pembangkit yang sudah beroperasi, seharusnya diawali dengan mengontrol kewajiban lingkungan yang ketat terhadap kewajiban lingkungan mereka.
Rahmat Syukur dari Yayasan Apel Green Aceh menjelaskan, bahwa program pemerintah terkait transisi energi menggunakan sistem co-firing atau pencampuran batu bara dengan biomassa yang memakai serbuk kayu justru mengancam hutan tersisa dan memicu perambahan hutan.
"Kami melakukan pemantauan di beberapa tempat pengambilan saudas/serbuk kayu yang diangkut ke PLTU batu bara yang dioperasikan PT PLN Nusantara Power dimana kayunya diduga berasal dari kawasan hutan, baik di kawasan hutan produksi terbatas, hutan produksi maupun di kawasan hutan lindung," kata Syukur.
Ia menilai program transisi energi yang mengorbankan hutan bukan solusi untuk mengatasi krisis iklim tapi menjadi ancaman baru bagi masyarakat maupun iklim.
Karena itu, ia meminta pemerintah tegas menghentikan atau suntik mati PLTU batubara dan beralih ke energi terbaharukan.
Alfi Syukri dari LBH Padang menjelaskan bahwa negara wajib memastikan udara bersih dan segera memensiunkan PLTU batubara, sehingga pengaduan LBH Padang ke KLHK terrait soal emisi cerobong PLTU Ombilin yang melebihi baku mutu harus jadi momen pembuktian akuntabilitas negara.
"Negara tak cukup hanya menerbitkan izin tapi juga wajib menjamin korporasi patuh pada standar lingkungan. Bila terbukti melanggar, berikan sanksi tegas tanpa pandang bulu. Hak atas udara bersih dijamin UUD 1945 dan UU Lingkungan Hidup. Pemerintah tak boleh membiarkan warga, khususnya di Sijantang Koto terus menghirup polusi yang mengancam kesehatan mereka," katanya.
Baca Juga:
- Kuartal I-2025, MTEL Pertahankan Laba Rp526,3 Miliar
- Tunggu Tubang, Perempuan Penjaga Tradisi di Semende kini Mulai Terancam
- Yuk Buat Butter Tart Panggang yang Enak
Ia juga mengatakan jika PLTU Ombilin tak kunjung berbenah, pemensiunan dini harus dijalankan karena Menteri ESDM juga telah menyatakan bahwa PLTU Ombilin masuk daftar PLTU yang akan dipensiunkan.
"Mempertahankan pembangkit tua yang mencemari lingkungan hanya akan memperburuk krisis iklim dan membahayakan publik. Semakin cepat dihentikan, semakin besar peluang warga menghirup udara yang layak dan semakin cepat krisi iklim teratasi," kata dia.
Ketua Yayasan Anak Padi Lahat, Syahwan mengatakan laporan ini sebagai bentuk keprihatinan atas indikasi kuat bahwa pengelolaan limbah abu sisa pembakaran batu bara, yaitu Fly Ash dan Bottom Ash (FABA), tidak dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 dan peraturan turunan lainnya yang mengatur pengelolaan limbah non-B3 maupun B3.
"Kami berharap KLH melalui Gakkum segera melakukan investigasi menyeluruh dan mengambil langkah sesuai peraturan yang berlaku. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci agar tidak ada lagi pengelolaan limbah yang abai terhadap hak masyarakat atas lingkungan hidup," katanya.(*)