Setara
Komnas Perempuan Soroti Ketimpangan Gender dalam Momen Sumpah Pemuda
JAKARTA, WongKito.co - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatatkan, perempuan masih menghadapi steretipe gender yakni beban ganda bekerja di ruang publik, sekaligus menanggung tanggung jawab domestik yang tidak terbagi secara adil. Ketimpangan ini menunjukkan bahwa semangat Sumpah Pemuda, yakni semangat persatuan dan kesetaraan, masih perlu diterjemahkan dalam kehidupan sosial yang lebih adil gender.
Komisioner Chatarina Pancer Istiyani mengatakan, hampir satu abad setelah Sumpah Pemuda dan Pemudi perempuan Indonesia berada pada situasi yang berpeluang memberikan kemajuan. Perempuan mengenyam pendidikan, bekerja, berinovasi, memimpin, dan berkontribusi di berbagai bidang kehidupan. Perempuan menjadi ilmuwan, petani, buruh, seniman, pejabat publik, aktivis, dan pengusaha.
“Semangat Sumpah Pemuda hidup dalam diri perempuan Indonesia yang terus berjuang untuk mandiri dan setara. Namun, kemajuan itu belum sepenuhnya menghapus ketimpangan gender,” ulas Chatarina dalam keterangannya, Rabu (29/10/2025).
Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2024 menunjukkan adanya kemajuan kesetaraan gender. Indeks Ketimpangan Gender (IKG) Indonesia pada 2024 mencapai 0,421 atau turun 0,026 poin dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan ini bahkan lebih dari dua kali lipat capaian penurunan tahun lalu. Tetapi, kemajuan di sektor ekonomi belum sepenuhnya menghapus bentuk-bentuk kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan.
- Pertarungan Girl Group Agensi Besar, Siapa Jadi Juaranya?
- BRI Pastikan Penyaluran BLTS Kesra Transparan dan Tepat Sasaran untuk Masyarakat
- Hadir dan Saksikan Pegadaian Festival Tring! #mulaidaritring! di PTC Mall
Berdasarkan Catatan Tahunan (CATAHU) 2024 Komnas Perempuan, kekerasan berbasis gender terhadap perempuan di ranah publik masih tinggi. Data menunjukkan, kekerasan di tempat publik mendominasi dengan 4.627 kasus, disusul kekerasan di tempat kerja sebanyak 2.060 kasus, dan kekerasan di wilayah tempat tinggal sebanyak 1.884 kasus.
"Angka ini menunjukkan bahwa perempuan masih menghadapi situasi yang tidak aman, bahkan di ruang-ruang publik dan produktif. Kekerasan berbasis gender online (KBGO) juga terus meningkat, menandakan tantangan baru bagi perlindungan perempuan di era digital,” ujar Chatarina.
Karena itu, peringatan Hari Sumpah Pemuda 2025 menjadi momentum untuk meningkatkan kesadaran dan komitmen nasional dalam mempromosikan hak-hak perempuan dan kesetaraan gender di Indonesia. Pengakuan atas kontribusi perempuan selama ini dalam pembangunan bangsa harus terus diperkuat, bersamaan dengan upaya pemberdayaan ekonomi perempuan agar memperoleh akses setara terhadap sumber daya, pelatihan, dan pekerjaan yang layak.
“Dalam semangat Sumpah Pemuda, sudah saatnya negara dan masyarakat memastikan bahwa perempuan tidak lagi berjalan dengan beban ganda, melainkan dengan langkah yang setara, aman, dan berdaya, demi Indonesia yang benar-benar merdeka untuk semua,” Komisioner Daden Sukendar menambahkan.
Komnas Perempuan juga menyerukan, agar negara, masyarakat, dan semua elemen bangsa memperkuat komitmen dalam mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender sebagai bagian dari semangat kebangsaan. Sumpah Pemuda bukan hanya simbol persatuan, tetapi juga panggilan moral untuk menciptakan Indonesia yang bebas dari kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan.
- Harga Emas Turun Rp17 ribu Pergram di Galeri 24 Palembang, Cek Rinciannya
- GISSEL: Aksi Nyata FKM Unsri dalam Meningkatkan Kesadaran Kesehatan Ibu di Sumatera Selatan
- AMSI Award 2025 Dorong Media Berinovasi, Cek ini 10 Pemenang
“Perempuan Indonesia telah dan akan terus menjadi kekuatan utama dalam merawat bangsa,” seru Maria Ulfah Ketua Komnas Perempuan.
Komnas Perempuan mencatatkan, kedaulatan tanah, air, dan kebangsaan adalah pesan kuat dari sumpah pemuda. Namun, saat ini kedaulatan itu menghadapi tantangan yang cukup serius. Wakil Ketua Komnas Perempuan, Dahlia Madanih menyebut, tantangan tersebut berupa ancaman perampasan tanah, ladang, hutan atas nama pembangunan dan ekonomi neoliberal yang juga berdampak pada ancaman terhadap perlindungan bagi perempuan yang secara teguh mempertahankan hak-hak warga atas tanah, air dan penghidupan yang layak. (*)

