Ragam
Konflik Rempang: KemenPPPA Dampingi Psikososial 345 Anak
REMPANG, WongKito.co - Konflik Rempang, Kepulauan Riau telah membuat anak-anak usia sekolah terutama tingkat SMP mengalami masalah psikososial yang dinilai berdampak pada fokus belajar.
Menanggapi itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) melakukan pendampingan psikososial bagi anak dalam situasi darurat kepada 345 orang anak, pelajar kelas 7 – 9 Sekolah Menengah Pertama (SMP) pascabentrokan antara aparat gabungan dan warga di Pulau Rempang, Batam.
Plt. Asdep Pelayanan Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus Kemen PPPA, Atwirlany Ritonga menegaskan, pendampingan psikososial bagi Anak dalam Sitausi Darurat merupakan salah satu upaya perlindungan khusus anak dalam hal penguatan dan edukasi terkait regulasi emosi untuk mencegah terjadinya dampak psikologis lanjutan yang traumatik pada anak.
“Kami bersama dengan dinas/lembaga terkait menyelenggarakan pendampingan psikososial bagi anak dalam situasi darurat. Terlebih, peristiwa bentrokan yang terjadi pada 7 September 2023 silam cukup meninggalkan luka yang mendalam bagi anak-anak di Pulau Rempang yang terdampak langsung dan mereka sulit melupakan peristiwa tersebut,” kata Atwirlany pada kegiatan Pendampingan Psikososial bagi Anak dalam Situasi Darurat di Rempang, Jumat (13/10/2023).
Baca Juga:
- Kemenag Puji Prof Nyayu yang Berhasil Lakukan Penguatan Kapabilitas SPI
- IKN Konsep Kota Masa Depan Berkelanjutan
- Titik Nol IKN Rest area Akan di Isi UMKM
Ia mengemukakan, kegiatan pendampingan psikososial yang diselenggarakan di SMP Negara 22 Batam dimulai dengan screening kondisi psikologis peserta anak-anak menggunakan instrumen self-report yang dilanjutkan dengan diskusi terkait regulasi emosi. Pada sesi tersebut, anak-anak diajak untuk mengenali berbagai jenis emosi, sumber emosi, dan cara mengelola emosi.
Anak-anak juga diajak untuk melakukan relaksasi dengan teknik mengatur pernapasan.
Lalu, anak-anak melakukan diskusi dalam kelompok yang kemudian dipresentasikan kepada peserta lainnya terkait cara meregulasi emosi yang paling sesuai untuk diri mereka, dan ditutup oleh sesi menulis surat untuk diri sendiri dengan tujuan memberikan apresiasi dan menguatkan diri sendiri.
Pendampingan psikososial tersebut dipandu langsung oleh fasilitator-fasilitator gabungan dari Kemen PPPA, Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P3AP2KB) Provinsi Kepulauan Riau, Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Provinsi Kepulauan Riau, Dinas P3AP2KB Kota Batam, UPTD PPA Kota Batam, Dinas Pendidikan Kota Batam, Polresta Batam, dan Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI).
“Selama sesi pendampingan psikososial di selenggarakan, secara umum ditemukan bahwa anak-anak masih cukup teringat akan peristiwa bentrokan pada 7 September 2023 silam namun mereka sudah mampu untuk melaksanakan aktivitas belajar mengajar di sekolah seperti semula. Meskipun begitu, anak-anak masih tetap perlu didampingi oleh orang dewasa di sekitarnya khususnya untuk mencegah dampak negatif berkelanjutan dari peristiwa bentrokan dimaksud, karena beberapa anak juga mulai menunjukkan kekhawatiran terkait relokasi sebagai buntut dari bentrokan yang terjadi,” ujar Atwirlany.
Lebih lanjut, Atwirlany mengungkapkan, pendampingan psikososial tersebut tidak hanya diperuntukkan bagi anak-anak semata, tetapi juga bagi para guru agar mereka mampu membantu dan membimbing anak-anak dalam mengelola emosi yang dirasakan khususnya pasca terjadinya peristiwa bentrokan. KemenPPPA yang didampingi oleh Dinas Pendidikan Kota Batam pun menyelenggarakan dialog dan diskusi terkait kondisi para siswa bersama Kepala Sekolah dan para Guru SMPN 22 Batam. Dialog dan diskusi tersebut pun melibatkan Kepala Sekolah dan perwakilan Guru dari Sekolah Dasar Negeri (SDN) 24 Galang yang juga turut terdampak oleh peristiwa bentrokan silam.
“Berdasarkan hasil pengamatan sehari-hari yang dilakukan oleh para guru di sekolah, saat ini anak-anak cenderung lebih khawatir terkait rencana relokasi mereka. Hal tersebut mulai timbul sebagai dampak dari respon keluarga terdekat anak terkait rencana relokasi yang kerap dibahas dan dibicarakan. Oleh karena itu, anak-anak perlu dialihkan fokusnya kepada hal-hal yang positif dan membangun lainnya seperti ekstrakulikuler di bidang olah raga atau kesenian, organisasi anak seperti Forum Anak, dan lainnya. Dengan demikian, anak-anak diharapkan dapat lebih berfokus pada hal-hal yang dapat mengembangkan dirinya terlepas dari adanya konflik dan bentrokan yang terjadi,” tutur dia.
Baca Juga:
- Bank Indonesia Kembali Gelar Syariah Festival Sriwijaya di Palembang Square Mall
- Ramai Protes Sekolah Daring: Simak Status Kualitas Udara Palembang dari KLHK dan BMKG Yuk!
- Cek Fakta: Beredar Video Hoaks Beras Bulog dari Plastik di Muara Enim
Atwirlany pun mengajak seluruh masyarakat di Indonesia untuk melaporkan segala bentuk kekerasan yang dialami, dilihat, didengar, ataupun diketahui.
Untuk mempermudah aksesibilitas korban maupun saksi melaporkan adanya tindakan kekerasan, KemenPPPA menghadirkan Layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 yang dapat diakses setiap saat dan kapanpun melalui call center 129 atau WhatsApp 08111-129-129.(ril)