BucuKito
Lahan Gersang kini Jadi Harapan: Kebun Durian dan Beragam Pohon Buah Tumbuh Subur
Oleh: Reva Azzahra*
DI tengah semak dan bebatuan gersang Desa Pedu, Kecamatan Jejawi, Ogan Komering Ilir, tampak pohon-pohon durian tumbuh tegak dan menjulang. Daunnya rimbun, batangnya mengeras, namun buah belum tampak menggantung. Inilah gambaran kebun durian milik Ropai, warga setempat yang mengubah tanah tak bertuan menjadi cikal bakal sentra durian desa.
Kebun Durian Desa Pedu (KDDP) yang dikelola sejak tahun 2021 kini memiliki sekitar 100 pohon durian dari berbagai varietas unggul, seperti Musang King, Duri Hitam, dan Montong yang tumbuh subur. Meski sebagian pohon telah tumbuh besar dan sehat, belum satu pun pohon yang siap dipanen. Ini bukan kegagalan, tapi bagian dari proses pertumbuhan alami yang memerlukan kesabaran luar biasa.
“Pohon-pohon ini sekarang usianya baru masuk tahun ketiga. Biasanya mulai berbuah di usia empat sampai lima tahun, tergantung perawatan dan cuaca,” jelas Ropai saat ditemui di kebunnya, Sabtu (28/6/2025). Daun-daun lebat dan batang kokoh menjadi pertanda bahwa durian-durian ini tumbuh sehat dan punya potensi besar ke depan.
Baca Juga:
- Event Parenting Terbesar di Palembang! Kunjungi MOMBEE di Palembang Indah Mall
- Inflasi Sumsel Juni 2025 Sebesar 2,44 Persen, Lima Komoditas Ini Penyumbang Inflasi
- Mau Hadiah Yuk Tukar Poin, Undi Undi Hepi Juli 2025 Hadir Lagi dengan Hadiah Spektakuler
Usaha Ropai mengubah lahan tak produktif menjadi kebun durian tersebut, dimulai dari tekad sederhana. Ropai ingin membuktikan bahwa lahan pinggir tol yang sebelumnya tak dianggap produktif, bisa berubah menjadi sumber kehidupan. Ia percaya bahwa sesuatu yang di kerjakan dengan sungguh-sungguh pasti akan membuahkan hasil yang setimpal.

Namun KDDP tidak hanya ditanami durian. Ropai juga menanam berbagai tanaman buah lain sebagai strategi diversifikasi dan menunggu panen durian. Di beberapa sisi kebun tumbuh rambutan binjai, jambu deli madu, dan batang buah naga yang merambat pada tiang-tiang beton.
“Saya tanam buah naga karena masa panennya cepat dan harga jualnya stabil. Dalam delapan bulan sudah bisa panen pertama,” jelas Ropai. Buah naga merah yang ia tanam ditopang oleh tiang beton setinggi 1,5 meter agar merambat kuat.
Tak jauh dari sana, terlihat pohon jambu deli madu dengan daun mengilap dan batang kuat. Buahnya manis, besar, dan jadi favorit warga sekitar. “Jambu ini bisa dipanen dua kali setahun. Jadi sangat membantu keuangan selama durian belum berbuah,” katanya.
Bahkan di baris belakang kebun, ia menanam rambutan binjai yang terkenal lebat dan manis. Meski butuh waktu sedikit lebih lama dari jambu, rambutan dapat dijual dalam jumlah banyak saat panen raya. “Kalau musim rambutan, bisa angkut sampai dua karung besar dari sini,” ujarnya.
“Saya tahu, menanam durian butuh waktu. Tapi kalau menunggu tanpa ada penghasilan, bisa habis modal. Jadi saya juga menanam buah dan beberapa sayur di sela-sela durian untuk putar uang,” ungkapnya. Strategi ini terbukti efektif. Ia bisa terus merawat pohon-pohonnya tanpa tergantung pada pinjaman.
Pakai Pupuk Alami
Kini, kebun durian seluas hampir satu hektare itu menjadi ikon baru Desa Pedu. Pohon-pohon setinggi 2 hingga 3 meter berjejer rapi di lahan berbatu yang dulunya terabaikan. Warga yang lewat kerap berhenti hanya untuk melihat perkembangan pohon yang makin menjulang.
Keberhasilan pertumbuhan ini juga didukung oleh teknik perawatan yang disiplin. Ropai menggunakan pupuk kandang, menyiram secara manual dengan pompa air diesel, dan memangkas cabang berlebih agar pertumbuhan optimal. “Air jadi tantangan besar. Kami harus gotong-royong angkut air dari sungai terdekat,” ujarnya.

Menariknya, kebun ini tak hanya menjadi lahan pertanian, tetapi juga pusat belajar masyarakat. Para pemuda mulai tertarik ikut menanam. Mereka mendirikan kelompok tani pemula dan membentuk media sosial “Durian Jejawi” sebagai sarana promosi.
Namun jalan ini tidak selalu mulus. Cuaca ekstrem dan hama sempat menyerang. “Beberapa pohon sempat layu, bahkan mati saat musim kemarau panjang. Tapi kami tidak menyerah,” kata Fadil, salah satu anggota kelompok tani muda.
Baca Juga:
- Inovasi Kuliner Kekinian : Menggaet Konsumen dengan Samyang Roll dan Es Jeruk Yakult
- Gerobak Dimsum Anti Bokek Palembang: Blueprint Sukses UMKM dari Mahasiswa Universitas IBA
- Masih Terlalu Maskulin, Ini Faktor Rendahnya Peran Perempuan di Industri Teknologi
Salah satu keunikan KDDP adalah pendekatannya yang ramah lingkungan. Ropai menghindari penggunaan pestisida kimia dan lebih memilih insektisida nabati dari rebusan daun mimba dan serai. “Kalau bisa organik, kenapa harus racun?” tegasnya.
Warga juga mulai menghitung-hitung potensi ekonomi jika 100 pohon tersebut benar-benar panen. “Kalau satu pohon bisa hasilkan 50 buah saja, itu bisa jadi ratusan juta rupiah. Asal kita sabar,” kata seorang warga, Mbah Kadir.
Tidak sedikit warga dari desa tetangga yang datang ingin belajar. Mereka diajak berkeliling oleh Ropai, ditunjukkan cara menanam, memberi pupuk, dan mengenal varietas durian. “Saya ingin kebun ini jadi tempat belajar, bukan cuma tempat panen,” ucapnya.
Dari sisi lingkungan, manfaatnya sudah jelas terlihat. Lahan gersang kini menjadi penahan air hujan, akar pohon memperkuat struktur tanah, dan suhu udara sekitar menjadi lebih sejuk. Satwa kecil seperti burung dan serangga penyerbuk mulai kembali.
Ini seakan menjadi simbiosis mutualisme antara manusia dan alam. Ketika lahan dijaga, ia akan membalas dengan hasil yang tak ternilai. Bahkan, warga kini lebih peduli terhadap lingkungan dan mulai membiasakan diri tidak membakar sampah di kebun.
Untuk masa depan, Ropai dan kelompoknya berharap dapat dukungan teknologi pertanian seperti sensor tanah, sistem irigasi otomatis, serta jaringan pemasaran digital. Mereka sadar, durian bisa jadi komoditas strategis jika diolah dengan manajemen modern.
KDDP masih dalam proses bertumbuh. Buahnya belum tampak, tapi harapannya tumbuh jelas di tiap pohon yang menjulang. Di balik daun-daun hijau itu, ada ketekunan, ada perjuangan kolektif, dan yang paling penting: ada mimpi besar bahwa desa bisa bangkit dengan kekuatan dari tanahnya sendiri.
*Mahasiswi Prodi Jurnalistik, Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Raden Fatah Palembang Angkatan 2023