Ragam
Mengenal Sosok Idham Chalid, Ketua DPR Termiskin dalam Sejarah Indonesia
JAKARTA, WongKito.co – Di tengah gemerlap kekuasaan Orde Baru, sosok Idham Chalid menjadi titik temu antara kesederhanaan dan kekuatan politik. Setelah Pemilu 1971, ia dilantik sebagai Ketua DPR sekaligus Ketua MPR RI (1971–1977).
Sejak menjabat, ia dikenal bukan karena kendaraan mewah atau fasilitas negara, melainkan karena prinsip hidup sederhana dan keteguhan menghindari korupsi, menjadikannya “Ketua DPR termiskin” dalam sejarah Indonesia.
Menurut pengakuan istrinya, Siti Rokayah, Idham tegas melarang keluarganya menikmati fasilitas negara apa pun. Akibatnya, mereka tidak menggunakan mobil dinas, rumah dinas, atau tunjangan tambahan. Bahkan sehari-hari, mereka memilih naik Metromini.
Teladan keberhasilan hidup sederhana juga ditanamkan kepada anak-anaknya. Tanpa kecuali, mereka tak diberikan fasilitas istimewa. Banyak di antara mereka memilih berwirausaha sederhana, menjual nasi bungkus atau air minum, daripada mengandalkan status politik sang ayah.
- 5 Inovasi Pintar Solusi Bersihkan Lingkungan
- FISIP Unsri Gelar Konferensi Internasional, Hadirkan Pembicara dari Inggris, Bahas Peran Strategis Institusi Sosial Politik
- Konsorsium PERMAMPU, Rayakan Hari Kesehatan Seksual 2025, Bahas Dampak Perubahan Iklim
Siti Rokayah menceritakan uang belanja keluarga juga tetap stabil dan cukup, berasal dari gaji pensius (sekitar Rp1,1 juta), Tunjangan DPR, dan alokasi dari Pemprov DKI sekitar Rp1,5 juta.
Kesederhanaan hidup Idham Chalid tampak jauh melampaui simbol formalitas politik. Ia tidak pernah menginap di hotel mewah saat kunjungan resmi. Sebaliknya, ia sering menginap di rumah warga atau pilihan sederhana lainnya. Bahkan hingga akhir hayat, ia tak pernah memakai ponsel atau kartu kredit, sebuah simbol penghindaran dari jejak kemewahan modern.
Politik Santun & Integritas Tak Tergoyahkan
Dalam berpolitik, Idham terkenal santun, tidak menyerang lawan langsung meski diserang. Anak dan kerabat mengenang bahwa ayah mereka adalah sosok yang sangat sederhana, jujur, serta memiliki reputasi bebas dari kolusi. Integritasnya juga tercermin saat pensiun, ia menolak jabatan komisaris atau penghasilan tambahan dari jabatan politik, memilih kembali mengabdikan diri di dunia pendidikan dan pesantren.
Saat menjabat Ketua DPR/MPR, Idham memainkan perannya sebagai penengah antara aspirasi umat Islam, pengalaman NU, dan tuntutan pembangunan Orde Baru. Di tengah dekade penuh pergolakan politik, DPR/MPR tetap relatif stabil, bukan karena otoritas semata, tetapi karena kepemimpinannya yang membumi dan rendah hati.
- Aliansi Driver Online Sumsel Desak Kapolri Usut dan Proses Anggota Pelindas Ojol
- 8 Perusahaan di Indonesia yang Sukses Terapkan Inklusivitas Gender
- Inovasi Bata dari Limbah Serbuk Kayu Dukung Green Building Materials
Kala dibandingkan dengan pejabat masa kini, Idham Chalid merupakan contoh teladan yang langka. Ia dikenal sebagai pejabat agamis dan sederhana, memprioritaskan fungsi dibanding kemewahan dan selalu menjaga akar budaya santri dalam rutinitasnya. Warisan gaya hidupnya menjadi cermin bagi generasi masa kini, bahwa integritas lebih penting daripada fasilitas.
Dengan segala kesederhanaan dan kejujuran yang ia praktikkan sebagai Ketua DPR/MPR, Idham Chalid bukan hanya menjadi pemimpin politik ulung, tetapi juga simbol moral yang jarang ditemukan di panggung kekuasaan.
Tulisan ini telah tayang di TrenAsia.com oleh Muhammad Imam Hatami pada 4 September 2025.