Ragam
Mengenal Tradisi Midang Bebuke Hari Raya di Kayuagung Digelar pada Hari ke-3 Lebaran
KAYUAGUNG, Wongkito.co - Tradisi Midang Bebuke atau arak-arakan pakaian adat pada hari lebaran di Kayuagung, Ogan Komering Ilir (OKI) digelar semarak dan tertib, Jum'at (12/4/24) siang.
Tradisi ini berlangsung pada hari ketiga dan keempat lebaran Idul Fitri. Arak-arakan puluhan pasang pengantin terlihat mengelilingi Sungai Komering diiringi musik jidur.
Salah satu tokoh masyarakat Kayuagung, Saiful Ardan mengatakan, awal mulanya Midang Bebuke diadakan sekitar abad ke-17. Konon, midang dijadikan sebagai syarat pernikahan.
Baca Juga:
- Permudah Pemudik Mobil Listrik PLN Siapkan SPKLU di Banyak Lokasi
- Intip Yuk Pengorbanan dan Dedikasi Pekerja Kilang Pertamina Plaju di Masa Lebaran
- Pemudik Diimbau Hindari Puncak Arus Balik
Ketika itu, terang Ardan, ada perseteruan antara pihak mempelai laki-laki dan perempuan. Pihak mempelai laki-laki berasal dari keluarga yang miskin sementara pihak perempuan berasal dari keluarga yang terpandang.
Lalu, pihak perempuan meminta sejumlah syarat kepada keluarga laki-laki berupa arak-arakan kereta hias menyerupai naga lengkap dengan gegawaannya. Singkat cerita persyaratan tersebut dipenuhi.
“Jadi, sejak peristiwa itulah masyarakat Kota Kayuagung menyelenggarakan acara Midang Bebuke Morge Siwe,” ujar Ardan.
Dijelaskannya, midang dalam istilah masyarakat Kayuagung adalah sebuah kegiatan berjalan kaki dengan menggunakan pakaian adat perkawinan masyarakat Kayuagung, sedangkan bebuke artinya lebaran.
Kala itu midang merupakan perkawinan dalam adat yang tertinggi di Morge Siwe atau sembilan marga yang merupakan persyaratan untuk jemput mempelai perempuan oleh mempelai laki-laki atau masuk dalam adat istiadat perkawinan. Seiring dengan berjalannya waktu, midang terus mengalami perkembangan sehingga menjadi sebuah agenda pariwisata di OKI.
Kini midang telah menjadi agenda tahunan di Kota Kayuagung terutama pada perayaan Idul Fitri. Bahkan midang telah ditetapkan sebagai kekayaan khasanah budaya masyarakat Kayuagung melalui sertifikat Warisan Budaya tak Benda oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI.
Pj Bupati OKI, Asmar Wijaya mengapresiasi dukungan masyarakat sehingga tradisi midang tetap lestari hingga kini.
"Tentu tradisi ini tetap terjaga berkat dukungan masyarakat. Antusiasme dan kesadaran masyarakat yang tinggi untuk menjaga warisan leluhur,” terang dia.
Lomba Sastra Lisan Cang Incang
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten OKI Ahmadin Ilyas mengatakan rangkaian Midang tahun ini dirangkai dengan perlombaan cang-incang.
Cang-incang merupakan salah satu jenis sastra lisan yang melekat dengan tradisi masyarakat Kayuagung. Cang-incang biasanya ditampilkan dalam upacara perkawinan. Hingga kini tradisi ini masih kelihatan fungsinya baik di dalam kalangan masyarakat yang tinggal di dalam Kota Kayuagung maupun yang tinggal di kota lainnya.
"Para peserta, dapat kembali ke kelurahan masing-masing," tutur Ahmadin.(Yulia Savitri)