KabarKito
Pemerintah Perlu Perangi Misinformasi Soal Tembakau Alternatif, Jika Ingin Kurangi Perokok
JAKARTA - Upaya mengurangi prevalensi perokok terus menghadapi tantangan. Meskipun produk tembakau alternatif yang lebih rendah bahaya telah tersedia, seperti rokok elektrik, produk tembakau yang dipanaskan, dan kantong nikotin, adopsinya mengalami hambatan karena penyebaran misinformasi. Untuk menyukseskan penurunan prevalensi perokok, maka perang melawan misinformasi tersebut harus dilakukan.
Pimpinan Malaysian Organization of Vape Entity (MOVE), Samsul K Arifin, mengungkapkan, "Sebagai bagian dari masyarakat yang menggunakan produk tembakau alternatif dan secara aktif menjangkau pemerintah untuk mengubah kebijakan tentangnya, saya selalu dihadapkan pada misinformasi yang beredar di masyarakat."
Pada acara Innovation Summit Southeast Asia 2023 yang berlangsung di Asia School of Business, Kuala Lumpur pada Rabu (10/5/2023), Samsul menjelaskan bahwa salah satu misinformasi yang kerap membuatnya heran adalah "rokok elektrik vape menyebabkan disfungsi ereksi". Ia mengaku telah mencari riset-riset terkait vape dan tak menemukan sama sekali penelitian yang menemukan hal itu.
- Mengenal Kue Gelenak Makanan Legendaris Palembang yang kini Mulai Langka
- BI Tanggapi Keluhan Pecahan Uang Rp 2.000 dan Rp 20.000 Mirip
- Otot Tetap Sehat Ketika Usia Menua, Lakukan 4 Hal ini Yuk!
- Harga Telur Naik, Pedagang Telur Gulung Tetap Jual Rp 1.000 agar Pelanggan Bertahan
"Banyak pihak yang menakut-nakuti publik sehingga membuat orang-orang menghindari produk tembakau alternatif. Ada yang bilang produk tembakau alternatif dapat menyebabkan popcorn lung atau peradangan pada bronkiolus. Namun, tidak ada buktinya. Bahkan Cancer Research the United Kingdom (UK) menyatakan secara resmi bahwa tidak ada kaitan antara produk tembakau alternatif dan popcorn lung," urainya.
Ia mengungkapkan, sejumlah riset justru telah membuktikan bahwa produk tembakau alternatif dapat mengurangi risiko hingga 95 persen lebih rendah daripada rokok.
"Pemerintah Inggris telah merilis 'The Tobacco Control Plan for England' pada Juli 2017, menekankan bahwa produk tembakau alternatif bisa berperan mengurangi risiko yang disebabkan rokok. Selain itu, Jepang juga memperkenalkan produk tembakau alternatif pada 2013 dan penggunanya terus meningkat. Peningkatan jumlah itu paralel dengan penurunan jumlah perokok di Jepang,” ungkapnya. Menurutnya, pemerintah negara lain dapat meniru pemanfaatan terhadap produk tembakau alternatif dari kedua negara tersebut.
Hal senada diungkapkan Presiden Advanced Center for Addiction Treatment Advocacy, Arifin Fii. Dia menuturkan, pemerintah perlu memikirkan ulang kebijakan yang diterapkan pada produk tembakau alternatif. Dia menegaskan pentingnya penyusunan regulasi produk tembakau alternatif yang berdasarkan bukti-bukti yang telah ditemukan sains.
“Dengan menggunakan pendekatan berbasis sains, pemerintah bisa menyusun regulasi yang berbasis profil risiko pada produk tembakau alternatif. Idealnya, regulasi yang bertanggung jawab, berbasis sains, dan proporsional akan memberikan peluang bagi siapa pun untuk mengakses produk tembakau alternatif yang telah terbukti lebih rendah risikonya daripada rokok," urainya.
Dengan membuka akses terhadap produk tembakau alternatif, seperti yang Inggris dan Jepang lakukan, maka pemerintah dari negara lain diharapkan dapat mengurangi masalah merokok yang selama ini sulit diatasi. Kerugian kesehatan yang muncul akibat rokok bisa dikurangi jika akses pada produk tembakau yang memiliki risiko lebih rendah dapat diberikan.