Penetapan UMP 2026 Harus Pertimbangkan Kebutuhan Hidup Layak

Ilustrasi. Penetapan UMP 2026 tidak lagi di pusat, melainkan oleh Gubernur. (ist)

JAKARTA, WongKito.co – Kebijakan penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) untuk tahun 2026 mengalami perubahan signifikan. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) memastikan bahwa penetapan UMP kini tidak lagi berada di tangan pemerintah pusat, melainkan menjadi kewenangan masing-masing Gubernur bersama Dewan Pengupahan daerah.

Menurut Menteri Ketenagakerjaan Yassierli, konsep baru ini nanti dituangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP), bukan lagi Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) seperti tahun lalu. Adanya PP yang baru, maka penetapan UMP tidak lagi terikat dengan PP 36/2021, yang mana ada tenggat penetapan kenaikan UMP di tanggal 21 November.

“Terkait dengan tanggal, memang kalau ini adalah berupa PP, artinya kita tidak terikat dengan tanggal yang ada pada PP 36. Jadi tidak terikat dengan tanggal harus 21 November," ujarnya dalam Konferensi Pers di Kantornya, Kamis (20/11).

Penundaan ini disebabkan pemerintah masih dalam proses menyusun regulasi baru berupa Peraturan Pemerintah (PP) sebagai tindak lanjut dari Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168/2023. Putusan MK tersebut mengamanatkan bahwa penghitungan upah minimum harus mempertimbangkan Kebutuhan Hidup Layak (KHL).

Formulasi Baru: Rentang Angka, Bukan Tunggal

Dalam mekanisme baru yang sedang dirumuskan, penghitungan UMP 2026 tidak akan menggunakan satu angka tunggal nasional. Sebaliknya, pemerintah merancang sistem formula rentang (range) di mana setiap provinsi dapat menetapkan angka UMP sesuai kondisi ekonomi daerah masing-masing. Hal ini bertujuan untuk mempersempit disparitas upah antar daerah. 

Daerah dengan pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dapat menetapkan UMP yang lebih tinggi. Gubernur akan menetapkan UMP setelah mendapatkan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi/Kabupaten/Kota, yang memberikan kewenangan lebih besar kepada pemerintahan lokal.

Kebijakan ini membawa implikasi besar, di antaranya:

  1. Pemerintah pusat tidak lagi mengumumkan angka tunggal untuk seluruh provinsi.
  2. Pengumuman resmi UMP 2026 akan dilakukan oleh masing-masing provinsi setelah regulasi PP baru efektif.
  3. Penundaan pengumuman ini menimbulkan kekhawatiran dari serikat pekerja karena adanya ketidakpastian upah bagi pekerja hingga angka resmi ditetapkan oleh daerah.

Perkiraan Kenaikan UMP 2026

Melansir dari laman Sahabat Pegadaian pada Jumat, 21 November 2025, sejumlah serikat buruh melalui Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Partai Buruh mendorong kenaikan UMP sekitar 8,5% hingga 10,5%. KSPI menilai kenaikan UMP tersebut penting dilakukan untuk menyesuaikan dengan inflasi dan kenaikan biaya hidup. 

Sementara itu, pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan masih mengkaji secara mendalam, dengan mempertimbangkan inflasi nasional, pertumbuhan ekonomi, dan produktivitas tenaga kerja. Jika kenaikan mencapai batas atas (10,5%), provinsi dengan UMP tertinggi diproyeksikan akan meningkat secara signifikan.

Beberapa daerah telah memulai persiapan. Salah satunya adalah Provinsi Jawa Tengah, yang sudah mulai membahas UMP 2026 sambil menunggu regulasi pusat. Pembahasan yang dilakukan oleh Provinsi Jawa Tengah melibatkan Gubernur Ahmad Lutfi, Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jawa Tengah, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Tengah Frans Kongi, dan lainnya.

Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jawa Tengah, Ahmad Aziz menjelaskan, sampai saat ini regulasi terkait penetapan UMP belum juga terbit. “Kami masih menunggu PP tersebut turun. Nanti itu sebagai landasan dasar untuk penetapan upah minimum,” ungkap Aziz. 

Ia juga menegaskan di dalam rancangan RPP, penetapan UMP maupun UMSP akan diumumkan pada 8 Desember 2025. Sementara untuk upah minimum kabupaten/kota (UMK) dan upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK) pada 15 Desember 2025. 

Tulisan ini telah tayang di TrenAsia.com, jejaring media WongKito.co, pada 21 November 2025.

Editor: Redaksi Wongkito
Bagikan
Redaksi Wongkito

Redaksi Wongkito

Lihat semua artikel

Related Stories