Ekonomi dan UMKM
Pindah ke OJK, Bappebti Bantah Gagal Awasi Perdagangan Kripto
JAKARTA - Plt Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan (Kemendag) Didid Noordiatmoko menyampaikan bantahan terkait isu yang berseliweran bahwa pemindahan tugas pengawasan aset kripto ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merupakan indikasi bahwa Bappebti telah gagal melaksanakan tugasnya.
Berdasar Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK), pengawasan perdagangan aset kripto diserahkan kepada OJK setelah sebelumnya hanya Bappebti yang menjalankan tugas tersebut.
Didid menyampaikan, jika mengacu kepada data, tidak ada indikator yang menunjukkan secara pasti bahwa Bappebti telah gagal dalam mengelola pengawasan perdagangan aset kripto. Pasalnya, sejauh ini permasalahan dari aset kripto mampu diatasi oleh pihaknya.
Baca juga:
- Biaya Perjalanan Dinas PNS Telan Rp37,8 Triliun, Imbas Melandainya Kasus COVID-19
- Trafik Broadband Tumbuh 11,6 Persen, Telkomsel Sukses Kawal Kenyamanan Konektivitas dan Layanan Digital Pelanggan Selama Naru
- BBPOM: Kosmetik tak Berizin, Ilegal Harus Dimusnahkan!
Meski demikian, ia mengakui bahwa masih ada banyak catatan yang harus dicermati oleh Bappebti dalam pengelolaan aset kripto di Indonesia. Namun, bukan berarti hal itu serta merta menunjukkan pihaknya telah gagal.
"Kalau kita bandingkan rasio permasalahan dengan jumlah transaksi, rasio permasalahan itu di bawah 0,1%. Jadi, masih sangat kecil," ujar Didid dalam acara Outlook Bappebti 2023, Rabu, 4 Januari 2023.
Dia pun menekankan bahwa pemindahan tugas pengawasan aset kripto ke OJK bukan berdasarkan kegagalan Bappebti, namun karena adanya potensi dampak dari perdagangan aset terhadap stabilitas keuangan.
Maka dari itu, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah pun menyepakati perluasan cakupan pengawasan OJK, termasuk dalam kaitannya dengan aset kripto.
Walaupun Bappebti membantah pihaknya gagal dalam melakukan pengawasan aset kripto, namun Didid tetap mengakui adanya kegagalan dalam melakukan pengelolaan perdagangan, salah satunya terkait dengan pembentukan bursa kripto.
Didid mengakui bahwa Bappebti menemui kesulitan dalam upaya pendirian bursa kripto, salah satunya tidak adanya negara yang bisa dijadikan percontohan atau benchmarking.
"Sampai catatan ini kami buat, kami belum berhasil membangun bursa aset kripto, kliring berjangka untuk aset kripto, maupun kustodian untuk aset kripto," kata Didid.
Kesulitan Bappebti untuk menemukan acuan dalam pembentukan bursa kripto yang diharapkan pun pada gilirannya menyebabkan keterlambatan pada realisasi rencana bursa.
Baca Juga:
- Kementerian PUPR dan BP Tapera Gandeng 40 Bank Salurkan Dana FLPP pada 2023
- Kilang Pertamina Plaju Siap Perkuat Tata Kelola Energi Bersama KKKS SKK Migas Sumbagsel
- Simak 10 Emiten Perbankan Ini Paling Anjlok Sahamnya, Sepanjang Tahun 2022
Kemudian, keterlambatan ini pun pada akhirnya merugikan Bappebti sendiri. Pasalnya, ketika ada permasalahan yang terjadi di pedagang fisik maupun pelanggan, semua risiko mau tidak mau harus ditangani oleh Bappebti.
Sementara itu, apabila keberadaan bursa, kliring, dan kustodian aset kripto di Indonesia sudah terkondisikan, maka risiko yang ada pun akan terbagi-bagi.
"Ketika kemarin ada kasus Zipmex, kasus FTX, itu seketika langsung jadi mules karena walau bagaimanapun, Bappebti yang harus mengambil risiko itu," ungkap Didid.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Idham Nur Indrajaya pada 05 Jan 2023