Ragam
Sehelai Bulu Burung Huia Dihargai Rp456 Juta
Wellington, Wongkito.co - Rumah Lelang Webb yang melelang sehelai bulu burung huia, berhasil mencatatkan rekor dunia setelah berhasil terjual dengan harga fantastis.
Burung huia berasal dari negara Selandia Baru yang sekarang sudah punah, sehelai bulunya dihargai NZD$46.521,50 (dolar Selandia Baru) atau sekitar Rp456 juta (kurs Rp9.800) di sebuah lelang. Rabu, 23 Mei 2024.
Rumah Lelang Webb yang melelang bulu tersebut mengatakan angka ini memecahkan rekor sebelumnya yaitu bulu dari spesies yang sama sebesar 450%. Awalnya bulu tersebut diperkirakan akan seharga NZD$5000 atau sekitar Rp49 juta.
Burung huia dikeramatkan bagi masyarakat Māori. Bulu mereka sering dipakai sebagai hiasan kepala oleh kepala suku dan keluarganya dan juga dihadiahkan atau diperdagangkan.
Baca juga
- Warga Pulokerto Antusias Datangi Pengobatan Gratis LKC Dompet Dhuafa Sumsel
- Saksi Sebut Mutu Beton Tol Layang MBZ Penuhi Syarat Keamanan Konstruksi
- KNTI Gelar Kemah Konservasi Pesisir Nelayan Tradisional Bertajuk Gotong-royong Pulihkan Lingkungan dan Bangkitkan Ekonomi Pesisir
Menurut Museum Selandia Baru, penampakan terakhir dari burung ini terkonfirmasi terjadi pada tahun 1907. Namun penampakan yang belum terkonfirmasi dilaporkan 20 hingga 30 tahun setelahnya.
Huia adalah burung penyanyi kecil dari keluarga wattlebird di Selandia Baru. Dia dikenal karena kemampuan melompat dan bulunya yang indah.
“Bulu yang dijual pada hari Senin (20 Mei 2024) itu dalam kondisi sangat bagus," kata Leah Morris, Kepala Seni Dekoratif di Rumah Lelang Webb.
"Kemilaunya masih sangat berbeda, dan tidak ada kerusakan akibat serangga," katanya kepada BBC.
Dia menambahkan bahwa rumah lelang membingkai barang tersebut dengan kaca pelindung UV dan kertas arsip. Ini berarti barang tersebut akan memiliki umur yang sangat panjang.
Tidak Boleh Keluar Negeri
Bulu tersebut didaftarkan sebagai taonga tūturu di bawah sistem untuk melindungi benda-benda buatan Maori. Hanya kolektor yang memiliki lisensi dalam sistem yang diizinkan untuk membelinya. Barang itu juga tidak boleh meninggalkan negara tersebut tanpa izin dari Kementerian Kebudayaan dan Purbakala.
Baca juga
- Dinsos Palembang dan OMS HIV siap Kolaborasi Dukung Penyintas Berdaya
- Telkomsel Mudahkan Akses Jaringan Broadband Terdepan dalam Kegiatan World Water Forum 2024 di Bali Indonesia
- 9 Guru Besar UIN Raden Fatah, Lolos Tahap Penjaringan Rektor Periode 2024-2028
Morris menambahkan, minat dan antusiasme yang tinggi dari warga Selandia Baru juga membantu mendongkrak harga. “Kami mencatat rekor jumlah orang yang mengetahui cara menjadi kolektor terdaftar,” katanya. “Di Selandia Baru, kami sangat peduli terhadap pemeliharaan lahan, lingkungan, serta flora dan fauna kami.”
“Dan saya pikir mungkin karena burung ini sudah punah, kami akan melihat burung-burung lain di Selandia Baru dan berkata, kami tidak ingin hal itu terjadi lagi,” tambahnya.
Menurut Museum Selandia Baru, di masa lalu, bulu huia merupakan tanda status bagi masyarakat Māori. Sudah menjadi burung langka sebelum kedatangan orang Eropa, spesies ini menjadi incaran para kolektor dan pedagang fesyen setelah mendapatkan popularitas di kalangan mereka yang datang ke Selandia Baru. Hal inlah yang menyebabkan kepunahannya.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Amirudin Zuhri pada 23 May 2024