Selamat Jalan Yu Pon, Istri Wiji Thukul Korban Penghilangan Paksa itu Telah Pergi

Selamat Jalan Yu Pon, Istri Wiji Thukul Korban Penghilangan Paksa itu Telah Pergi (istimewa)

PALEMBANG, WongKito.co - Berawal kabar yang disampaikan seorang kawan salah satu grup WhatsApp sekitar pukul 13.00 WIB, Kamis (5/1/2023) tentang meninggalnya Siti Dyah Sujirah atau panggilan akrab  oleh kawan-kawan dekat Wiji Thukul, Yu Pon atau Mbak Sipon.

Berikutnya, kabar meninggalnya Yu Pon terus disampaikan melalui sejumlah grup yang saya ikuti. Yu Pon meninggal di Solo, tepatnya di RS Hermina.

Istri Wiji Thukul tersebut meninggal setelah berjuang cukup panjang melawan penyakit yang mengegrotinya.

Wiji Thukul sendiri merupakan Ketua Umum Jaringan Kerja Rakyat (Jaker), organisasi pekerja seni berafiliasi dengan Partai Rakyat Demokratik (PRD) yang hingga kini belum bisa dipastikan keberadaannya, sejak menghilang pada tahun 1998.

Wiji Thukul sampai kini masih dicari, dan masuk dalam kategori penghilangan paksa.

Presiden Joko Widodo pun, ketika masih dalam tahapan kampanye pilpres 2019 berjanji akan mengusut tuntas kasus penghilangan paksa Wiji Thukul sang pencipta puluhan puisi perlawanan.

Baca Juga:

Namun, hingga meninggalnya Yu Pon pun belum ada bukti nyata presiden menangani serius kasus penghilangan paksa Wiji Thukul.

"Selamat jalan Yu Pon, semoga damai selalu di sisi-NYA," status facebook Kelik Ismunanto kawan seperjuangan Wiji Thukul yang sama-sama kader PRD.

Lalu, ada Lilik HS yang juga aktivis PRD mengungkapkan dalam status facebooknya, yang mengungkapkan sejak tahun 1994 mengenal Mbak Sipon.

Ketika itu,  rumah Wiji Thukul cuma selemparan batu dengan markas Partai Rakyat Demokratik/ PRD Solo, di Jebres Solo, dimana aku beraktivitas disana sejak zaman Pemerintahan Orde Baru yang represif.

Rumah Thukul yang lengkap dengan koleksi buku, kerap jadi tempat nongkrong kawan-kawan kami. Di sana juga aktivitas anak-anak Sanggar Suka Banjir dimana Wiji Thukul banyak menelorkan puisi-puisi perjuangan melawan pemerintahan Orde Baru, kemudian lahir. Otomatis, aku kerap bertemu Mbak Sipon.

Saat itu, kedua anak mereka Fitri Nganti Wani dan Fajar Merah, masih kecil- kecil.

“Wis mangan durung? (sudah makan belum?),” itu pertanyaan khas dari Mbak Pon, setiap kami datang. Pasti, Mbak Pon selalu dalam posisi sedang duduk di belakang mesin jahitnya. Meski kondisinya pas-pasan, Mbak Pon, tak segan menyuruh kami langsung ke dapur dan makan.

Ia pasti paham setiap melihat tampang kami yang kelaparan. Menu yang kerap dimasaknya adalah sayur lodeh, tempe goreng dan ikan asin.

Mbak Pon sendiri dulu juga aktivis buruh seperti Wiji Thukul. Ia juga gemar berkesenian seperti Thukul.
Menjadi istri Thukul, Mbak Sipon kerap ditinggal ke luar kota, nyaris tanpa penghasilan. Tapi Ia tak pernah mengeluh. Pun berkali rumahnya disatroni aparat.

Ia sadar betul dengan aktivitas Wiji Thukul suaminya.

Mbak Sipon kemudian menggerakkan periuk nasi keluarga kecilnya, termasuk membiayai aktivitas wira- wiri Thukul dengan cara menjahit baju. Mulai dari bikin seragam pesanan, bikin taplak meja, bikin sprei, celana pendek. Macam-macam. Ini semua Ia lakukan untuk menghidupi ekonomi keluarga mereka.

Saat Thukul dikejar-kejar aparat paska peristiwa 27 Juli 1996, Mbak Pon juga kena getahnya.

Baca Juga:

Ia diinterogasi aparat. Anak-anaknya diteror. Tapi mbak Pon Tabah.

Thukul kemudian menjadi buronan hingga ke Pontianak. Kisah mbak Pon, dan Thukul pada fase itu, tertuang di film “Istirahatlah Kata-Kata”, karya sutradara Yosep Anggi Noen.

Sebagai manusia biasa, Wiji Thukul juga memendam kerinduan pada keluarga. Ada keromantisan Wiji Thukul dengan cara yang unik, yakni saat Wiji Thukul memberikan sebuah rok mini kepada Sipon.

Dia mendapatkannya dari pasar yang khusus menjual pakaian bekas di Pontianak yang pernah jadi tempat persembunyiannya

Sipon juga merasakan rindu sekaligus perjuangan yang tak mudah, sebab Sipon sendirian harus menghadapi tekanan lingkungan sosialnya dengan mendapatkan stigma sebagai perempuan Jawa yang ditinggal pergi oleh suaminya tanpa kabar berita bersama dua orang anak yang masih kecil.

Ditambah pula represi dari aparat keamanan yang setiap hari berada di dekat rumahnya.

Panjang ungkapan yang disampaikan Lilik.

Tak ketinggalan, Petrus Hariyanto, eks Sekjen PRD mengabarkan di  media sosialnya " Kabar Duka, Mbak Pon Istri Wiji Thukul meninggal dunia. Turut berduka cita. Selamat jalan mbak, surgo milik mbak,"  demikian postingan Petrus yang kini aktif berjualan kopi dengan brand Peter Hari Coffee.

Ucapan belasungkawa juga disampaikan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia dan Solidaritas Jurnalis untuk Keberagaman di @kabarsejuk masing-masing di laman instagram. (ert)

Editor: Nila Ertina

Related Stories