KabarKito
Simak 10 Negara yang Dulunya Miskin Tapi Sekarang Kaya Raya
JAKARTA – Kisah-kisah tentang perjalanan dari kemiskinan menuju kemakmuran selalu berhasil menginspirasi. Layaknya seseorang memulai dari nol lalu membangun kerajaan bisnis bisa menjadi dorongan semangat bagi siapa pun yang tengah berjuang meraih kesuksesan.
Negara-negara terkaya di dunia saat ini ternyata tidak selalu berada dalam kondisi makmur. Percaya atau tidak, beberapa negara superkaya dalam daftar ini dulunya pernah mengalami kemiskinan serius dan harus menghadapi tantangan ekonomi besar sebelum akhirnya mencapai kemakmuran seperti sekarang.
Berikut ini adalah daftar negara yang berhasil membalik nasibnya dan kini masuk dalam jajaran negara terkaya di dunia.
Baca juga:
- Begini Perjalanan Bisnis Indomie: Dari Mi Instan Rumahan sampai Jadi Ikon Konglomerasi
- 5 Rekomendasi Film Bioskop di Akhir Pekan Ini
- Kawal Penyaluran Beras SPHP dengan Aturan Ketat
Daftar Negara yang Dulunya Miskin Tapi Sekarang Kaya Raya
Dilansir dari Yahoo! Finance dan India Times, berikut negara yan dulunya miskin, kini jadi kaya raya.
1. Luksemburg
Luxembourg memiliki ekonomi yang beragam dengan sektor utama meliputi perbankan, baja, dan manufaktur maju. Terletak di Eropa Barat, Luksemburg dikenal sebagai salah satu negara dengan tingkat kesejahteraan tertinggi di dunia.
Statusnya sebagai negara kaya raya tercermin dari angka Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita yang mencapai USD154.910, berdasarkan data terbaru dari IMF. Angka ini menunjukkan rata-rata penduduk Luksemburg memiliki penghasilan yang sangat besar.
Namun, negara ini memulai perjalanannya dari kemiskinan pada awal abad ke-19, saat sekitar 80% penduduknya bergantung pada sektor pertanian yang menyebabkan kesulitan hidup secara luas. Kondisi ini mendorong sepertiga penduduknya untuk bermigrasi, terutama ke Amerika Serikat.
Perubahan besar dimulai ketika cadangan bijih besi ditemukan pada pertengahan abad ke-19, yang kemudian mendorong pertumbuhan industri baja yang pesat menjelang akhir abad tersebut.
Meskipun sempat menghadapi tantangan selama Perang Dunia, industri baja tetap berkembang sepanjang abad ke-20. Pada tahun 1960-an, Luxembourg mulai memperluas perekonomiannya ke sektor perbankan dan manufaktur canggih, yang mendorong kemakmuran ekonomi luar biasa seperti yang dikenal saat ini.
2. Norwegia
Norwegia termasuk dalam jajaran negara terkaya di dunia. Namun, sejarahnya mencatat masa-masa sulit pada abad ke-19 ketika perekonomiannya masih bergantung pada pertanian dan perikanan. Situasi mulai berubah ketika pemerintah mengembangkan energi hidroelektrik sebagai sumber energi utama pada abad ke-20.
Banyak lapangan kerja baru mulai tercipta, yang kemudian mendorong pertumbuhan ekonomi secara pesat. Saat ini, dengan PDB per kapita mencapai USD106.622, Norwegia berhasil menempatkan dirinya sebagai salah satu negara paling makmur di dunia.
Meskipun sempat terpukul oleh Depresi Besar dan Perang Dunia II, Norwegia mampu bangkit dengan cepat berkat bantuan dana dari Amerika Serikat. Penemuan cadangan minyak pada tahun 1969 menjadi titik balik penting yang mendorong pertumbuhan ekonomi besar-besaran dan menjadi fondasi bagi sistem kesejahteraan yang kini terkenal di dunia.
3. Irlandia
Pada awal 1990-an, Irlandia termasuk salah satu negara termiskin di Eropa, dengan tingkat pengangguran tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang stagnan. Namun, negara ini mengalami perubahan drastis yang dikenal sebagai era Celtic Tiger dari pertengahan 1990-an hingga akhir 2000-an.
Pada masa ini, pertumbuhan ekonomi meningkat pesat berkat tenaga kerja yang terdidik dan iklim bisnis yang kondusif, yang berhasil menarik banyak investasi asing. Pengangguran turun tajam, standar hidup meningkat, dan PDB per kapita melonjak.
Namun, krisis keuangan global pada 2008 menghentikan laju pertumbuhan tersebut secara tiba-tiba, menyebabkan resesi parah dan membuat Irlandia harus menerima bantuan dari Uni Eropa dan IMF. Kini pendapatan PDB per kapitanya mencapai USD103.887.
4. Swiss
Swiss yang kini dikenal sebagai negara kaya dan makmur, dulunya merupakan negara miskin sekitar 150 tahun yang lalu. Medan pegunungan yang sulit serta industri yang masih sangat sederhana membuat banyak penduduk pedesaan memilih untuk bermigrasi demi keluar dari kemiskinan.
Namun, pada akhir abad ke-19, proses industrialisasi mulai mengubah wajah perekonomian negara ini, didukung oleh kebijakan ekonomi yang mendukung serta pertumbuhan sektor perbankan dan pariwisata.
Sikap netral Swiss selama dua perang dunia memungkinkan negara ini terhindar dari kehancuran dan justru mendapatkan keuntungan dari ekspor senjata serta aktivitas perbankan.
Memasuki tahun 1950-an, Swiss beralih dari ekonomi berbasis industri menjadi ekonomi berbasis jasa. Saat ini, sekitar 74% PDB berasal dari sektor jasa, 25% dari industri, dan hanya 1% dari sektor pertanian.
Meski sempat terpuruk, Irlandia berhasil bangkit kembali dalam beberapa tahun terakhir. Berkat investasi asing dan meningkatnya konsumsi domestik, negara ini kini kembali menjadi salah satu ekonomi dengan pertumbuhan tercepat di Eropa.
5. Qatar
Pada awal abad ke-20, Qatar masih merupakan negara miskin. Negara Teluk ini menjadi protektorat Inggris pada tahun 1916 dan saat itu bergantung pada sektor perikanan serta penyelaman mutiara. Sebagian besar masyarakat Qatar harus bekerja keras hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Penemuan minyak terjadi pada tahun 1940, namun Perang Dunia II sempat menghentikan kegiatan eksplorasi lebih lanjut. Baru pada tahun 1949, Qatar benar-benar mulai memproduksi minyak secara signifikan.
Dengan pemasukan dari minyak yang melimpah, negara ini mengalami modernisasi pesat sepanjang dekade 1950-an dan 1960-an. Ketika meraih kemerdekaan penuh dari Inggris pada tahun 1971, Qatar sudah menikmati hasil dari lebih dari dua dekade eksploitasi minyak, ditandai dengan perkembangan industri dan infrastruktur serta meningkatnya kualitas hidup masyarakat.
Kenaikan harga minyak pada tahun 1970-an mendorong pertumbuhan ekonomi yang pesat, namun penurunan harga dari 1980 hingga 1997 membuat ekonomi stagnan. Ketika harga minyak kembali naik pada akhir 1990-an, Qatar memasuki periode pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, dengan pertumbuhan PDB riil yang sempat menyentuh angka 30%.
Qatar kemudian mulai mengalihkan fokus ke sektor gas alam dan, seperti Arab Saudi, berupaya melakukan diversifikasi ekonomi. Meski begitu, minyak tetap menjadi sumber pendapatan utama negara ini.
Kini, Qatar memiliki salah satu PDB per kapita tertinggi di dunia, mencapai sekitar USD87.974, jauh melampaui negara-negara maju seperti Kanada, Prancis, dan Australia.
6. Singapura
Setelah meraih kemerdekaan pada tahun 1965, Singapura menghadapi tantangan besar berupa kemiskinan dan tingkat pengangguran yang tinggi.
Perdana Menteri Lee Kuan Yew kemudian meluncurkan serangkaian reformasi yang mengubah wajah negara-kota ini, dengan menitikberatkan pada pendidikan, pemberantasan korupsi, dan menarik investasi asing.
Berbagai upaya tersebut menghasilkan pertumbuhan ekonomi dua digit dan peningkatan taraf hidup yang signifikan pada dekade 1970-an. Ketika Lee mengundurkan diri pada tahun 1990, Singapura telah menjelma menjadi negara maju dan sejahtera, sesuai visi yang ia rintis.
Saat ini, Singapura dikenal sebagai salah satu negara dengan ekonomi paling terbuka dan ramah bisnis di dunia, serta memiliki PDB per kapita sekitar USD78.144, mengungguli Inggris, Amerika Serikat, dan Jerman.
7. Korea Selatan
Korea Selatan mengalami kehancuran akibat penjajahan Jepang dan Perang Korea, namun berhasil mengalami kebangkitan ekonomi yang luar biasa di bawah rezim militer yang dipimpin Jenderal Park Chung-hee.
Dimulai pada tahun 1962, Rencana Lima Tahun pertama memicu proses industrialisasi cepat yang kemudian dikenal sebagai Keajaiban di Sungai Han.
Perusahaan-perusahaan besar seperti Samsung dan LG mendapat dukungan besar dari pemerintah, sehingga industri baja dan elektronik berkembang pesat dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang signifikan sepanjang tahun 1960-an dan 1970-an.
Menjelang tahun 1993, Korea Selatan telah bertransformasi menjadi negara maju. Saat ini, negara tersebut memiliki PDB per kapita sekitar USD32.30, jauh melampaui Korea Utara dan bahkan mengungguli sejumlah negara lainnya.
8. Brunei Darussalam
Sebelum penemuan cadangan minyak besar pada tahun 1929, negara ini hanyalah protektorat Inggris yang penuh kesulitan dengan tingkat kemiskinan yang tinggi. Ekonominya saat itu bergantung pada ekspor karet dan sagu sebagai sumber utama pendapatan.
Foto istana kerajaan lama menggambarkan kondisi kemiskinan Brunei pada masa itu. Meskipun terjadi Depresi Besar dan Perang Dunia II yang sempat menghambat perkembangan industri minyak, sultanat ini mulai mengumpulkan kekayaan secara bertahap selama dekade 1930-an dan 1940-an berkat ekspor minyak yang menghasilkan royalti besar.
Sultan ke-28, Omar Ali Saifuddien III, meluncurkan sejumlah Rencana Pembangunan Nasional pada tahun 1950-an dan 1960-an. Reformasi ini memperbarui infrastruktur, membentuk sistem pendidikan yang maju, serta meningkatkan layanan kesehatan masyarakat secara signifikan.
Cadangan gas alam ditemukan pada 1960-an, dan pada awal 1970-an ekonomi Brunei mulai tumbuh pesat. Standar hidup masyarakat saat itu hampir setara dengan negara-negara maju di Eropa dan Amerika Utara. Penemuan tambahan minyak dan gas di lepas pantai pada dekade yang sama semakin memperkuat kondisi ekonomi negara ini.
Sejak merdeka dari Inggris pada tahun 1984, pertumbuhan ekonomi Brunei sangat dipengaruhi oleh fluktuasi harga minyak dan gas, dengan angka pertumbuhan yang pernah mencapai sekitar 4,5% dan juga sempat turun hingga -2,5%. Meski begitu, Brunei tetap menjadi negara kaya, dan istana kerajaannya kini jauh lebih megah dibandingkan masa lalu.
9. Arab Saudi
Saat pertama kali didirikan pada tahun 1932, Arab Saudi termasuk salah satu negara termiskin di dunia. Pendapatan utamanya berasal dari para jemaah haji yang datang ke Mekkah, serta dari sektor pertanian yang hasilnya terbatas dan tidak menentu.
Pada masa itu, negara ini sangat tertinggal dalam pembangunan, mulai dari perumahan, rumah sakit, jalan raya yang layak, hingga pasokan listrik yang andal belum tersedia. Sebagian besar penduduknya hidup sederhana dan tidak bisa membaca maupun menulis.
Semua itu berubah drastis pada akhir 1930-an, ketika cadangan minyak dalam jumlah besar ditemukan pada tahun 1938. Penemuan ini menjadi titik balik besar bagi Arab Saudi. Menjelang akhir 1940-an, produksi minyak berlangsung secara masif, namun baru pada 1970-an negara ini benar-benar meraup keuntungan besar.
Krisis minyak pada tahun 1973 membuat harga melonjak dan membawa kekayaan besar bagi perekonomian Saudi. Meski harga minyak turun pada pertengahan 1980-an hingga akhir 1990-an dan negara sempat menumpuk utang luar negeri, tingkat kesejahteraan rakyat tetap tinggi.
Pemerintah berhasil menstabilkan anggaran ketika harga minyak kembali naik pada akhir 1990-an dan bertahan tinggi hingga akhir 2000-an.
Ketika harga kembali menurun, Arab Saudi mulai mengambil langkah diversifikasi ekonomi. Meski begitu, kekayaan dari cadangan minyak tetap luar biasa, apalagi ketika banyak negara mulai mengurangi ketergantungan mereka terhadap pasokan energi dari Rusia.
Meskipun Putra Mahkota Mohammed bin Salman telah meluncurkan Visi Saudi 2030 untuk mengurangi ketergantungan terhadap minyak, negara ini tetap memperoleh lebih dari USD200 miliar dari ekspor minyak pada tahun lalu. Saat ini, PDB per kapita Arab Saudi mencapai sekitar USD30.436.
10. Spanyol
Spanyol pada awalnya merupakan negara agraris yang miskin dan hancur akibat perang saudara pada 1930-an. Konflik ini menghasilkan rezim diktator yang menekan kebebasan dan menghambat pertumbuhan ekonomi selama beberapa dekade. Kondisi keuangan negara tetap buruk sepanjang tahun 1940-an dan 1950-an.
Pemerintahan fasis di bawah Jenderal Francisco Franco saat itu menerapkan kebijakan ekonomi yang menekankan pada swasembada, menutup diri dari dunia luar dan membatasi impor.
Kebijakan ini menyebabkan pertumbuhan ekonomi negatif, penurunan nilai mata uang, dan kelangkaan barang-barang kebutuhan pokok. Ketika negara-negara Eropa Barat mengalami kemajuan, Spanyol justru tampak tertinggal.
Pada tahun 1959, Franco mengubah pendekatannya dengan mengganti jajaran pejabat tua di pemerintahannya dengan menteri-menteri muda yang berpandangan lebih liberal secara ekonomi. Inilah awal dari serangkaian rencana pembangunan yang bertujuan menghidupkan kembali perekonomian.
Selama dekade 1960-an, Spanyol mulai mengalami industrialisasi besar-besaran dan membuka diri terhadap dunia luar. Banyak pabrik dibangun di berbagai wilayah, dan sektor pariwisata berkembang pesat. PDB per kapita yang hanya sekitar USD7.359 pada tahun 1960 meningkat lebih dari dua kali lipat saat pemerintahan fasis berakhir pada tahun 1975.
Sejak 1975, Spanyol telah berubah menjadi negara demokrasi modern yang makmur. Bergabungnya Spanyol ke Uni Eropa pada 1986 menjadi tonggak penting, diikuti oleh periode pertumbuhan ekonomi dan peningkatan standar hidup. Saat ini, PDB per kapita Spanyol mencapai sekitar USD29.771.
Meski sempat terpukul parah oleh Resesi Besar Spanyol pada 2008–2013, perekonomian negara ini kini mulai pulih.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Distika Safara Setianda pada 19 Jul 2025