Selasa, 16 November 2021 07:05 WIB
Penulis:Nila Ertina
JAKARTA – Kekinian publik kembali dikagetkan dengan insiden kebakaran pada Kilang Pertalite milik PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Unit Cilacap, Jawa Tengah, anak usaha PT Pertamina (Persero).
Insiden tersebut terjadi Sabtu, 13 November 2021 sekitar pukul 19.20 WIB. Tidak ada laporan korban jiwa dalam insiden tersebut.
Api berhasil dipadamkan oleh petugas pada Minggu pagi, tetapi semburan abu dan api yang bersumber dari kilang telah mengotori air dan rumah warga hingga radius 5 kilometer dari lokasi kejadian.
Peristiwa kebakaran akhir pekan lalu merupakan yang kedua kalinya terjadi pada tahun ini. Sebelumnya di tempat yang sama, juga terjadi kebakaran.
Usut punya usut, ternyata kebakaran kilang milik Pertamina di Cilacap sudah terjadi sebanyak tujuh kali sejak 1995. Secara total, telah terjadi 17 kali kebakaran kilang Pertamina di seluruh Indonesia.
Menurut data yang diperoleh TrenAsia.com, insiden kebakaran pada Kilang Cilacap terjadi pada 24 Oktober 1995. Insiden ini sekaligus merupakan yang pertama di Tanah Air.
Dalam peristiwa tersebut, 10 kilang minyak terbakar. Disebutkan bahwa penyebabnya adalah sambaran petir.
Tigabelas tahun kemudian, insiden kebakaran kembali terjadi, tepatnya pada 9 maret 2008. Nahasnya, dalam insiden saat itu, dua warga disebutkan meninggal dunia akibat kebakaran. Penyebab kebakaran dilaporkan karena alat pelindung meledak saat dibersihkan oleh petugas.
Setahun berikutnya, tepatnya pada 3 Juli 2009, insiden kebakaran lagi-lagi terjadi. Penyebabnya karena kebocoran kilang fuel oil complex (FOC) unit B. Tidak ada korban jiwa dalam insiden kebakaran tersebut.
Kemudian, pada 24 januari 2010 muncul letupan kecil di dapur pembakaran minyak mengakibatkan kebakaran kilang minyak.
Tidak lama berselang, pada 2 April 2011 tanki minyak ringan HOMC (high octane mogas component) terbakar. Disebutkan api baru berhasil dipadamkan pada 6 April.
Lama tidak ada insiden kebakaran, publik kembali dikejutkan dengan peristiwa meledaknya tanki aspal di Kilang Cilacap. Insiden itu terjadi pada 5 Oktober 2016.
Tahun ini, Pertamina lagi-lagi diterpa kabar buruk karena insiden kebakaran di tempat yang sama. Tepatnya pada 11 juni 2021 terjadi kebakaran di salah satu tangki yang berisi bensin di Kilang Cilacap.
Kemudian pada akhir pekan lalu, sistem yang buruk yang dilakukan PT KPI membuat Pertamina menanggung kritikan. Kilang pertalite di Cilacap dilaporkan terbakar. Sampai saat ini belum diketahui penyebab meledaknya tanki tersebut.
Namun dari investigasi Polda Jawa Tengah, dilaporkan bahwa ada dugaan kebakaran tersebut disebabkan oleh sambaran petir.
Kapolda Jawa Tengah, Irjen (Pol) Ahmad Lutfhi mengatakan sejauh ini pihaknya sudah memeriksa 6 orang saksi dengan 5 orang di antaranya adalah pihak eksternal.
"Kelima saksi membenarkan bahwa pada Sabtu malam, 13 November 2021 saat terjadi insiden kebakaran terjadi hujan yang disertai petir di sekitar lokasi kejadian," katanya dalam keterangan pers di Gedung Patra Graha, Cilacap, Senin, 15 November 2021.
Hal ini diperkuat dengan keterangan saksi dari pihak Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Cilacap.
Menurut saksi BMKG, pada hari H ada 2 titik petir dengan jarak 45 kilometer dan 12 kilometer. Lebih lanjut, Kepolisian juga sudah memeriksa rekaman 7 kamera CCTV dengan 2 di antaranya memperlihatkan bahwa pada pukul 19.10 WIB terlihat adanya kilatan cahaya petir disusulkan timbulnya kebakaran.
"Dari keterangan para saksi, BMKG maupun internal Pertamina, saat ini kami menduga kebakaran yang terjadi di tangki 36 T-102 karena adanya induksi akibat sambaran petir. Tidak ada kelalaian maupun sabotase dalam peristiwa ini," terang Ahmad.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Stasiun Meteorologi BMKG Cilacap Taruna Mona Rachman membenarkan dari alat deteksi petir di Banjarnegara, diperoleh analisis pada Sabtu antara pukul 18.00 – 19.30 WIB, terdapat dua sambaran petir.
Yang pertama pada pukul 18.47 WIB dan yang kedua pada 19.23 WIB. Yang terdekat dengan area kilang terjadi pada pukul 18.47 WIB.
Pengamat energi yang juga merupakan mantan Anggota Komisi VII DPR Kurtubi mencurigai alasan Pertamina yang mengarah ke dugaan karena sambaran petir.
Pasalnya, sejak lama alasan tersebut menjadi rasionalisasi perusahaan untuk menutupi keburukan sistem yang terjadi di internal.
Kurtubi menyayangkan jika Pertamina terus menggunakan faktor alam sebagai penyebab kebakaran. Menurut dia, sejak lama Pertamina diberi rekomendasi dan usulan dari para ahli untuk memperbaiki sistem, tetapi toh tetap terjadi kebakaran beruntun.
"Dari kejadian yang sama, untuk suatu perusahaan yang begitu penting, kok dibiarkan terjadi lagi. Ini mungkin rekomendasi-rekomendasi yang dulu tidak diterapkan, atau mungkin mengimplementasikan," katanya dalam sebuah wawancara di stasiun televisi swasta TV One, Minggu malam.
Sebagai perusahaan vital negara dengan aset lebih dari Rp1.000 triliun, Kurtubi menyesalkan manajemen sistem Pertamina. "Ini sebagai bangsa kita memalukan kita sebagai bangsa," tegasnya.
Anggota Komisi VI DPR Herman Chaeron juga menegaskan bahwa pihak Pertamina harus benar-benar bertanggung jawab terhadap insiden yang terjadi secara beruntun dalam waktu setahun ini.
Pasalnya, belum lama setelah kejadian di Balongan, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, pada September lalu, kemudian sudah terjadi di Cilacap. Kejadian tersebut membuktikan ada sesuatu hal yang patut diperhatikan.
"Ini menjadi peringatan dan harus ada pertanggunjawaban dan betul-betul dilakukan investigasi supaya ke depan tidak terjadi lagi," kata Herman.
Dia mengatakan, kalaupun kebakaran terjadi karena kebakaran, pihak Pertamina harus betul-betul melakukan investigasi. Belajar dari kebakaran di Balongan, Herman menyebut bahwa ada faktor lain selain alam.
"Tentu ini sejali peringatan keras, bahwa dalam bisnis minyak tidak boleh kita bermain-main, apalagi terhadap prosedur HSSE [Health, Safety, Security, and Environment] ini yang selalu harus diaudit," katanya.
Herman menilai bahwa Pertamina tidak cukup responsif terhadap kejadian kebakaran, termasuk juga melakukan evaluasi.
Ada dugaan bahwa dengan hilangnya ribuan kiloliter minyak, perusahaan bisa mengimpor bahan bakar minyak (BBM) dari luar negeri yang lebih murah.
"[Pertamina] Agak lambat menyelesaikan persoalan ini. Di Indramayu memang agak telat karena harus diterjunkan dari Cilacap," ungkap Herman.
Sementara itu, CEO Subholding Refining and Petrochemical Djoko Priyono menegaskan tim Pertamina terus melakukan pengendalian pencemaran lingkungan, di antaranya melakukan standby peralatan penanggulangan lolosan minyak dan pemasangan absorbent pada parit-parit dalam insiden kebakaran di Cilacap.
"Kemudian dilakukan patroli vacuum truck di dalam kilang dan juga monitoring oleh kru oil man di sekitar tangki," kata Djoko dalam keterangan resmi, Minggu.
Di sisi lain, CEO Subholding Commercial and Trading Alfian Nasution menegaskan bahwa stok baik nasional maupun lokal terjaga dengan baik.
Untuk stok BBM jenis Premium saat ini berada di posisi 27 hari, Pertamax 15 hari, Pertalite di atas 10 hari, Solar 20 hari, Avtur 35 hari serta Pertamax Turbo 50 hari dan LPG 12,7 hari.
"Dengan demikian kami sampaikan masyarakat tidak perlu khawatir, pendistribusian BBM dan LPG berlangsung seperti biasanya baik di daerah Jawa Tengah maupun sebagian Jawa Barat yang merupakan cover area dari kilang Cilacap," kata Alfian.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menjamin pasokan BBM dan LPG aman dan tidak terganggu akibat insiden tersebut. Dia berharap tidak ada ada kepanikan di masyarakat terkait insiden itu.
"Jadi mohon tidak ada panic buying karena stok sangat aman. Malah beberapa produk ini di atas standar minimum, jadi ini sudah melebihi standar stoknya," kata Nicke.
Meski demikian, Nicke menegaskan akan melakukan evaluasi dan investigasi yang menyeluruh terkait insiden di Kilang Cilacap tersebut. Evaluasi dan investigasi ini sangat penting dan kita ambil lesson learned-nya.
Nicke menekankan, penanganan masyarakat menjadi prioritas utama dalam insiden ini. Masyarakat di sekitar lokasi kilang sempat dialihkan ke lokasi yang lebih aman, namun semalam semua masyarakat telah kembali ke rumah masing-masing.
"Kami siapkan tim medis jika memang diperlukan. Jadi penanganan masyarakat merupakan prioritas utama Pertamina," ungkapanya.*
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Daniel Deha pada 16 Nov 2021