pempek udang
Rabu, 29 Mei 2024 20:05 WIB
Penulis:Nila Ertina
PALEMBANG, WongKito.co - Konon malbi merupakan makanan keluarga sultan dan hanya disajikan pada momentum hari raya atau pesta adat. Begitu istimewanya semur daging khas Palembang ini sehingga tak heran jika malbi tidak begitu dikenal di luar Sumatera.
Penasaran dengan sejarah dan budaya di balik hidangan malbi, Komunitas Gastronomi Sumatera Selatan berkunjung ke dapur rumah limas berusia 230 tahun milik salah satu warga di Kampung (Heritage) Perigi, Kelurahan 2 Ulu, Kecamatan Seberang Ulu 1 Palembang, pada Sabtu (25/5/2024).
Para anggota komunitas yang terdiri dari pegiat sejarah tersebut diajak menyaksikan cara pemilihan bahan dan memasak malbi, hingga menyiapkannya sampai terhidang di meja. “Banyak ilmu baru yang muncul selama diskusi di dapur dan ruang makan,” ujar Robby Sunata dari Sahabat Cagar Budaya Palembang, selaku penggagas komunitas.
Baca Juga:
Biasanya, malbi diolah menggunakan daging sapi dengan tambahan beragam rempah. Masakan ini memiliki cita rasa manis, berbeda dengan masakan Palembang lainnya yang kebanyakan pedas. Proses pembuatannya membutuhkan waktu cukup lama hingga bumbu benar-benar meresap ke dalam daging dan kuahnya mengental.
“Bumbunya bawang merah, bawang putih, jahe, kemiri, pala, kayu manis, cengkeh, asam, gula merah, garam, gula pasir, dan kecap manis. Gurihnya dari gula, lalu warna pekatnya dari kecap manis,” jelas Khoiriyyah (50), juru masak Kampung Perigi.
Khoiriyyah dan warga Kampung Perigi terbiasa menyajikan malbi lengkap dengan nasi minyak, sambal nanas, dan acar untuk hidangan bagi tamu-tamu yang mampir ke rumah singgah Bung Karno. Dia mendapatkan resep malbi turun temurun dari orangtuanya.
Dikonfirmasi terkait sejarah dan budaya malbi, Antropolog Palembang dari UIN Raden Fatah, Amilda Sani mengungkapkan, hidangan malbi termasuk kuliner berkelas yang tidak semua penduduk bisa memakannya setiap hari.
Baca Juga:
Dia membenarkan, malbi hanya disantap oleh sultan di masa lalu.
Hal ini lantaran bahan utama malbi adalah daging. Penduduk kala itu hanya bisa memakan ikan untuk hidangan sehari-hari. Itu sebabnya, kuliner Palembang banyak terbuat dari ikan, sementara kuliner dari daging seperti malbi tidak banyak yang tahu.
“Saya menyebutnya, malbi itu kuliner kelas tinggi karena terbuat dari daging dan tidak semua bisa makan daging,” terang Amilda kepada wongkito.co. (yulia savitri)