Selasa, 27 Mei 2025 11:08 WIB
Penulis:Nila Ertina
Oleh: M.Ariel Nugroho, Muhammd Rifki Saputra, Asyifa Sri Cendani, Wulandari, Muhammad Rifki Saputra )*
Refleksi Realitas Bisnis Kontemporer
DALAM hiruk pikuk persaingan bisnis yang kian sengit, kita tidak jarang menyaksikan fenomena yang cukup memprihatinkan: tergerusnya nilai-nilai moralitas demi ambisi meraih keuntungan materi semata.
Pragmatisme akut sering kali menafikan prinsip-prinsip etika yang seharusnya menjadi fondasi kokoh dalam setiap aktivitas ekonomi. Padahal, bagi umat Islam, agama bukan sekadar ritual personal, melainkan sebuah sistem nilai komprehensif yang membentang dari urusan ibadah hingga muamalah, termasuk di dalamnya etika berbisnis.
Islam mengajarkan bahwa menjalankan usaha bukanlah sekadar upaya mencari profit duniawi, melainkan sebuah manifestasi ibadah dan pengabdian tulus kepada Allah SWT.
Setiap transaksi, setiap kebijakan, dan setiap interaksi dalam dunia bisnis seharusnya diwarnai oleh kesadaran akan tanggung jawab spiritual.
Baca Juga:
Oleh karena itu, pemahaman mendalam terhadap prinsip-prinsip etika bisnis dalam perspektif Islam menjadi sebuah keniscayaan, terutama bagi setiap Muslim yang mendambakan kesuksesan yang hakiki, kesuksesan yang tidak hanya terukur dari neraca keuangan, tetapi juga dari keberkahan dan ridha Ilahi (Muhammad Arori, 2024).
Etika Bisnis dalam Jejak Langkah Rasulullah SAW
Di tengah gelombang kapitalisme modern yang cenderung materialistis dan individualistis, urgensi untuk merevitalisasi nilai-nilai fundamental Islam dalam praktik bisnis semakin menguat.
Kejujuran (shidq), tanggung jawab (mas'uliyyah), dan amanah (amanah) adalah tiga pilar utama yang diajarkan oleh Islam dan dicontohkan secara sempurna oleh Rasulullah Muhammad SAW (Wakalahmu, 2021).Sumber: Pedoman Karya.co.id (2021)
Kisah hidup Nabi Muhammad SAW sebelum masa kenabian adalah potret nyata seorang wirausahawan ulung yang mencapai puncak keberhasilan tanpa sedikit pun mengorbankan integritas moral. Beliau dikenal dengan gelar "Al-Amin" (yang terpercaya) jauh sebelum risalah Islam diturunkan.
Reputasi kejujuran dan amanahnya membuka pintu kesuksesan dalam setiap aktivitas perniagaannya. Hal ini menjadi bukti tak terbantahkan bahwa karakter yang kuat dan etika yang luhur memiliki nilai yang jauh lebih tinggi dan berkelanjutan dibandingkan sekadar modal finansial semata.
Dalam konteks bisnis kontemporer, implementasi amanah memiliki spektrum yang luas. Ia mencakup profesionalitas dalam bekerja, kualitas pelayanan yang prima kepada pelanggan, komitmen terhadap mutu produk atau jasa yang ditawarkan, hingga perlakuan yang adil dan manusiawi terhadap seluruh tenaga kerja.
Seorang pebisnis Muslim yang mengamalkan amanah akan senantiasa berusaha memberikan yang terbaik, tidak hanya untuk keuntungan perusahaan, tetapi juga untuk kemaslahatan semua pihak yang terlibat.
Lebih lanjut, Islam dengan tegas mengharamkan praktik-praktik bisnis yang merugikan dan eksploitatif, seperti riba (riba), penipuan (ghisy), spekulasi berlebihan (gharar), dan eksploitasi pihak yang lemah (dhulm).
Larangan-larangan ini bertujuan untuk membangun sebuah sistem ekonomi yang lebih berkeadilan, berimbang, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan (Akram Ista, 2024).
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an:
“Wahai Orang-orang yang beriman, Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu” (QS. An-nisa:29)
Rasulullah SAW juga bersabda:
“Pedagang yang jujur dan amanah akan berada bersama para nabi, orang-orang yang jujur, dan para syuhada di hari kiamat.”(HR.Tirmidzi)
Ironisnya, realitas di lapangan sering kali menunjukkan kontradiksi. Banyak pelaku usaha yang lebih fokus pada penetrasi pasar dan pertumbuhan eksponensial tanpa mempertimbangkan implikasi etis dari setiap strategi bisnis yang mereka terapkan. Praktik-praktik curang, manipulasi harga, dan persaingan tidak sehat masih menjadi pemandangan yang lazim.
Tantangan dan Peluang Penerapan Etika Bisnis Islami di Era Digital
Era globalisasi dan transformasi digital menghadirkan tantangan baru yang kompleks bagi para pelaku usaha Muslim.
Dorongan untuk melakukan praktik-praktik yang menyimpang demi mengejar ketertinggalan, ketergantungan pada sistem keuangan konvensional yang sarat dengan riba, serta tekanan untuk terus tumbuh secara agresif sering kali menempatkan nilai-nilai etika di persimpangan jalan.
Godaan untuk mengambil jalan pintas yang tidak sesuai dengan prinsip syariah semakin besar.
Namun demikian, di tengah arus deras tantangan, selalu ada oase inspirasi dan teladan yang patut diikuti. Sosok Abdurrahman bin Auf, seorang sahabat Nabi yang dikenal dengan kesuksesan bisnisnya yang gemilang namun tetap dermawan dan zuhud, adalah contoh klasik bagaimana kekayaan duniawi dapat diraih tanpa mengorbankan nilai-nilai ukhrawi (Miladi, 2021).
Di era modern, muncul pula banyak pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) berbasis syariah yang membuktikan bahwa bisnis yang dijalankan dengan prinsip bebas riba dan etika yang kuat tidak hanya mampu bertahan, tetapi juga berkembang pesat dan berdaya saing tinggi. Mereka menunjukkan bahwa keberkahan dan keuntungan finansial dapat berjalan beriringan.
Etika Bisnis Islami sebagai Manifestasi Keimanan
Etika bisnis dalam Islam bukanlah sekadar serangkaian aturan formal yang kaku, melainkan sebuah cerminan mendalam dari keimanan dan kesalehan seseorang yang diimplementasikan dalam setiap aspek kehidupan, termasuk aktivitas ekonomi.
Ketika sebuah usaha dijalankan dengan berlandaskan prinsip-prinsip syariah, maka hasil yang diperoleh tidak hanya berupa keuntungan materi semata, tetapi juga ketenangan hati (thuma'ninah) dan rahmat (rahmah) dari Allah SWT.
Keberkahan inilah yang membedakan antara kesuksesan duniawi yang semu dengan kesuksesan hakiki yang membawa kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Saatnya Bertransformasi Menuju Bisnis yang Berkah dan Berkelanjutan
Inilah saat yang tepat bagi setiap pelaku usaha, baik yang baru merintis maupun yang sudah mapan, untuk meninjau kembali fondasi bisnis yang dijalankan. Mari kita jadikan prinsip-prinsip Islam sebagai kompas yang menuntun setiap langkah dalam aktivitas ekonomi.
Bisnis yang dijalankan secara halal dan bermoral bukan hanya layak untuk dijalankan, tetapi juga memiliki potensi untuk menjadi unggul dan berkelanjutan dalam jangka panjang.
Baca Juga:
Mari kita ubah paradigma bahwa keuntungan materi adalah satu-satunya tujuan. Jadikanlah aktivitas ekonomi sebagai sarana untuk meraih keberkahan, mendekatkan diri kepada Allah SWT, dan memberikan manfaat yang seluas-luasnya bagi masyarakat.
Ingatlah, rezeki yang diperoleh melalui jalan yang benar akan memberikan dampak positif yang berkelanjutan bagi diri sendiri, keluarga, dan lingkungan sekitar.
Semoga artikel ini mampu membuka cakrawala pemikiran dan memberikan dorongan positif bagi siapa pun yang bercita-cita mengembangkan usaha dengan menjunjung tinggi nilai-nilai Islam. Mari bersama-sama kita kembalikan marwah bisnis Islami sebagai model ekonomi yang adil, beretika, dan membawa keberkahan bagi semua.
*Mahasiswa/i Fakultas Ekonomi, Prodi Ilmu Manajemen, Universitas IBA
Referensi
Akram Ista, R. A. (2024). Riba, Gharar, Dan Maysir dalam Sistem Ekonomi. Jurnal Tana Mana.
Miladi, H. (2021, Mei 3). Kisah Kedermawanan "Crazy Rich" Sahabat Rasulullah Saw . Retrieved from Kompasiana.com: https://www.kompasiana.com/primata/
Muhammad Arori, S. (2024). PENERAPAN ETIKA BISNIS ISLAM DALAM PRAKTIK USAHA USAHA MIKRO DI INDONESIA. Madinah, Jurnal Studi Islam, 345-357.
Wakalahmu. (2021, 12 15). Hadits Tentang Amanah dalam Islam. Retrieved from Wakalahmu.com: https://wakalahmu.com/artikel/dunia-islam/hadits-tentang-amanah-dalam-islam