Jumat, 26 Desember 2025 17:22 WIB
Penulis:Redaksi Wongkito
Editor:Redaksi Wongkito

JAKARTA, WongKito.co – Agensi K-Pop merilis merchandise baru sepanjang tahun, sering kali dalam jumlah terbatas dan jarang diproduksi ulang. Hal ini mendorong para penggemar untuk bertindak cepat, karena jika terlambat, mereka berisiko kehilangan barang yang dianggap sebagai bagian dari cerita perjalanan grup favorit mereka.
Rasa urgensi itu bukanlah kebetulan. Hal itu menjadi inti dari strategi penjualan merchandise yang berkembang menjadi salah satu mensin pendapatan paling andal dalam industri K-pop, dan terus meluas jauh melampaui album fisik dan photocard.
Dilansir dari The Korea Herald, merchandise K-pop saat ini tidak lagi sekadar barang koleksi atau kenang-kenangan sederhana untuk menunjukkan loyalitas kepada artis favorit mereka.
Kini, merchandise K-pop berubah menjadi produk berbasis pengalaman yang menawarkan penggunaan sehari-hari, sehingga penggemar dapat menunjukkan dukungan terhadap artis favorit mereka sambil menjalani kehidupan sehari-hari.
Perubahan tersebut berdampak langsung pada keuntungan. Laporan pendapatan terbaru dari perusahaan hiburan besar Korea menunjukkan betapa pentingnya penjualan merchandise dalam model bisnis mereka. Pada kuartal ketiga, HYBE membukukan pendapatan sebesar 727,2 miliar won, dengan 249,8 miliar won berasal dari penjualan merchandise.
Sementara, SM Entertainment dan JYP Entertainment masing-masing melaporkan pendapatan 321,6 miliar won dan 232,6 miliar won, dengan kontribusi merchandise sebesar 50,3 miliar won dan 29,3 miliar won. YG Entertainment juga mencatat pendapatan merchandise sebesar 28,1 miliar won dari total pendapatan 173,1 miliar won.
Para pakar industri keuangan yang dikutip media lokal memperkirakan total pendapatan gabungan dari penjualan merchandise keempat perusahaan hiburan besar dapat menembus 1 triliun won pada tahun ini, meningkat 26% dari 791,3 miliar won yang tercatat pada 2024.
Mengapa Merchandise K-Pop Menonjol?
Kritikus musik Lim Hee-yun kepada mengatakan merchandise K-pop memiliki keunikan dibandingkan franchise musik lain karena dibangun dalam sebuah “ekosistem produk yang berpusat pada narasi, cerita, dan identitas visual artis.
“Sementara artis pop Barat, misalnya, biasanya mengandalkan kaus, piringan hitam, dan poster sebagai produk utama mereka, merchandise K-pop memiliki cerita tersendiri, sehingga lebih imersif,” imbuh Lim Hee-yun.
Cerita tersebut dapat berupa konsep karakter yang dibuat khusus untuk setiap grup, hingga referensi yang berkaitan dengan tema utama album terbaru mereka dan dunia artistik grup tersebut.
“Penekanan industri K-pop pada penceritaan, serta perilisan edisi terbatas yang meningkatkan nilai koleksi, berfungsi sebagai strategi pemasaran efektif yang mendorong keterlibatan berkelanjutan dan pembelian berulang,” jelasnya.
Model pemasaran ini terbukti efektif, tidak hanya secara kultural tetapi juga dari sisi finansial. Berbeda dengan album atau tur, merchandise dapat dirilis sepanjang tahun.
“Meskipun comeback dan tur hanya terjadi secara berkala, agensi dapat meluncurkan lini produk baru kapan saja, seperti rilisan musiman, merchandise konser, dan barang kolaborasi dengan perusahaan lain,” kata profesor ilmu konsumen Lee Eun-hee.
“Setiap rilisan, yang terkait dengan sifat edisi terbatasnya, memungkinkan agensi untuk mempertahankan keterlibatan dan pendapatan yang konsisten bahkan selama periode ketika artis tidak aktif melakukan promosi,” ungkapnya.
Dari Barang Koleksi hingga Produk Gaya Hidup
Pada awalnya, merchandise K-pop identik dengan poster yang biasanya disertakan dalam album fisik, atau bahkan barang tidak resmi yang dibuat sendiri oleh para penggemar. Seiring waktu, photocard mulai hadir dan mulai populer.
Photocard menandai salah satu titik balik awal dalam strategi merchandising K-pop. Awalnya disertakan sebagai sisipan album, photocard segera menjadi barang koleksi tingkat pemula di industri ini, memicu komunitas perdagangan, dan mendorong pembelian berulang dengan menciptakan kelangkaan buatan.
“(Fase ini) menjadi fondasi bagi strategi merchandise saat ini, membiasakan penggemar dengan gagasan personalisasi dan nilai koleksi, semua prinsip yang kini mendasari hampir setiap lini produk baru di industri ini,” kata kritikus budaya Kim Heon-sik.
Berlandaskan fondasi tersebut, agensi kemudian beralih ke merchandise yang mencerminkan identitas khas masing-masing grup. Produk berbasis karakter yang kini hampir dimiliki oleh semua grup K-pop, menampilkan maskot yang terinspirasi langsung dari para artis, seperti “MINITEEN” milik SEVENTEEN atau “SKZOO” dari Stray Kids.
Menurut Kim Heon-sik, jenis merchandise ini memungkinkan penggemar untuk mengekspresikan kecintaan mereka secara lebih halus dalam kehidupan sehari-hari, tanpa bergantung pada logo atau slogan yang mencolok, sekaligus menandakan pergeseran yang lebih luas dari barang-barang bergaya suvenir.
Dari situ, merchandise berkembang melampaui barang koleksi menjadi produk yang dirancang untuk penggunaan sehari-hari. Pemutar MP3 dan CD yang telah diisi lagu-lagu album, alat tulis, hingga dekorasi rumah seperti lampu suasana mulai banyak bermunculan. Fase ini menandai perubahan ketika barang penggemar berevolusi menjadi produk gaya hidup, bukan lagi sekadar benda pajangan.
Konsep ini kemudian dikembangkan lebih jauh ketika agensi mulai menghadirkan produk yang membuat penggemar merasa lebih dekat dengan dunia yang dijalani para idola.
Replika in-ear monitor, perangkat khusus yang dikenakan artis saat tampil di atas panggung menjadi salah satu produk paling diminati karena memberi gambaran tentang perlengkapan seorang performer sekaligus menumbuhkan rasa berbagi pengalaman.
Selain itu, pakaian dan aksesori rancangan artis, serta lilin aromaterapi dan pewangi ruangan yang terinspirasi dari preferensi pribadi idola, semakin mengaburkan batas antara kehidupan artis dan penggemar.
Kini, merchandise interaktif semakin diminati, mulai dari boneka plush yang dilengkapi audio atau NFC untuk memutar pesan rekaman, hingga figur yang dapat dikustomisasi dengan pakaian dan aksesori tambahan.
“Merchandise di K-pop saat ini harus lebih dari sekadar barang lucu dan layak disimpan. Tidak semua penggemar akan termotivasi untuk membeli sesuatu hanya sebagai kenang-kenangan,” tambah Kim Heon-sik.
“Merchandise juga harus menjadi titik interaksi langsung bagi para penggemar, memungkinkan para penggemar untuk mempersonalisasi hubungan mereka dengan artis favorit mereka,” paparnya.
Tulisan ini telah tayang di TrenAsia.com, jejaring media WongKito.co, pada 26 Desember 2025.