Kamis, 13 Juni 2024 07:30 WIB
Penulis:Nila Ertina
TOKYO -Tsunami Kebangkrutan kini dialami salah satu negara maju di dunia, Jepang.
Sebuah perusahaan riset kredit, Tokyo Shoko Research mengungkap Terdapat 1.009 perusahaan diseluruh Jepang dinyatakan gulung tikar pada bulan Mei 2024.
Terungkap penyebabnya adalah karena pelemahan nilai tukar Yen, kenaikan harga bahan bakar dan kebutuhan pokok secara global, serta dampak lonjakan harga tertinggi sejak pandemi COVID-19.
Efek dari melemahnya nilai tukar Yen terhadap mata uang lain, terutama Dolar AS, telah menyebabkan impor bahan baku dan energi menjadi lebih mahal.
Baca Juga:
Hal ini memberikan tantangan tersendiri bagi perusahaan kecil dan menengah, serta memperparah kondisi keuangan bagi banyak perusahaan.
Kenaikan harga bahan bakar dan kebutuhan pokok lainnya juga turut memperburuk kondisi perekonomian perusahaan-perusahaan di Jepang.
Tokyo Shoko Research melaporkan bahwa kebangkrutan perusahaan meningkat dari tahun ke tahun di seluruh sektor industri.
Total utang perusahaan yang bangkrut mencapai 136,7 miliar yen pada bulan Mei atau sekitar Rp1,41 triliun (kurs Rp103).
Terlebih lagi, dari 1.009 perusahaan yang bangkrut, sebanyak 67 perusahaan telah mengambil program pinjaman tanpa jaminan dan bunga yang disediakan oleh pemerintah untuk membantu perusahaan bertahan di tengah pandemi.
Pelemahan Yen Jepang mencapai titik terendah dalam 34 tahun terhadap Dolar AS atau sejak tahun 1990.
Dua bulan terakhir menjadi titik kritis mata uang Yen, nilainya anjlok mencapai 156yen per Dolar AS. Perhari ini saja, 12 juni 2024, nilai Yen berada dititik157 per Dolar AS.
Kondisi ini menimbulkan keprihatinan serius terhadap stabilitas perekonomian Jepang dan berpotensi memicu dampak sistemik yang luas.
Pemerintah Jepang berupaya mengambil langkah-langkah tepat guna untuk mengatasi masalah ini dan mendukung pemulihan ekonomi nasional.
Pada Februari 2024, Jerman melampaui Jepang dalam hal Produk Domestik Bruto (PDB), menjadikannya ekonomi terbesar ketiga di dunia.
Peristiwa ini menandai pergeseran signifikan dalam struktur perekonomian global.
Baca Juga:
Jepang yang sebelumnya dikenal sebagai salah satu kekuatan ekonomi utama, harus menyerahkan posisi tersebut kepada Jerman.
Pergeseran ini mencerminkan dinamika ekonomi yang terus berubah di era modern, dengan faktor-faktor seperti inovasi teknologi, kebijakan ekonomi, dan kondisi pasar global yang semakin mempengaruhi posisi relatif negara-negara dalam peta ekonomi dunia.
Meskipun Jepang masih merupakan kekuatan ekonomi yang signifikan, penurunan posisinya dalam peringkat ekonomi dunia menandai perlunya adaptasi dan strategi baru untuk mempertahankan dan meningkatkan daya saing ekonominya di masa depan.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Muhammad Imam Hatami pada 13 Jun 2024