OJK Sumsel
Rabu, 30 April 2025 07:24 WIB
Penulis:Nila Ertina
PALEMBANG, WongKito.co - Keanekaragaman jenis padi memainkan peran penting dalam upaya mitigasi krisis iklim yang berujung pada krisis pangan. Padi lokal tidak hanya memiliki nilai budaya dan ekologi yang khas, tetapi juga cenderung lebih tahan terhadap perubahan cuaca.
Masyarakat Semende, Kabupaten Muara Enim, di Sumatera Selatan mengenal berbagai jenis padi, seperti padi pulut, padi berang, sebur putih, sebur kuning, dan padi pandan. Semua jenis padi ini ditanam di sawah Tunggu Tubang, bagian dari sistem adat masyarakat Semende.
"Mereka (Tunggu Tubang) bisa dibilang sebagai penjaga padi lokal kami yang telah diturunkan oleh puyang-puyang (leluhur) terdahulu," ujar Ahmad Karmansyah (47), tokoh masyarakat di Desa Palak Tanah, Kecamatan Semende Darat Tengah, belum lama ini.
Tunggu Tubang merupakan sistem adat yang memberi kuasa kepada anak perempuan tertua untuk mengelola rumah, sawah, kebun, dan tebat (kolam ikan) sebagai pusaka keluarga yang tidak boleh diperjualbelikan.
Baca Juga:
Selain Tunggu Tubang, ada juga sosok meraje (anak laki-laki) yang bertugas membimbing dan mengawasi anak belai (calon Tunggu Tubang). Meraje berperan memastikan tradisi tetap berlangsung serta memberi sanksi jika terjadi pelanggaran adat.
"Jika ada Tunggu Tubang yang menjual sawahnya, bisa dimarahi oleh meraje, atau bahkan mendapat bala’ seperti sakit dan lainnya," kata Umaya (44), Tunggu Tubang generasi ke-13.
Menurut Umaya, ada lima jenis padi lokal yang biasa ditanam di sawah Tunggu Tubang, yaitu Padi pulut, Padi Berang dan Padi Sebur Putih serta Padi Sebur Kuning dimana jenis padi tersebut biasanya akan dikonsumsi diwaktu berbeda atau digunakan untuk membuat masakan yang tidak sama
"Padi sebur putih dan kuning memiliki rumpun yang lebih besar sehingga lebih tahan terhadap angin kencang dan perubahan musim. Saat kemarau, mereka lebih bisa bertahan selama aliran air diperbaiki," jelas Umaya.
Menurut Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), pada tahun 2024 lalu, terdapat 10 jenis padi lokal Semende yang terancam punah, seperti Bengkok Buku, Ulu Danau, Lelak Daun, Karet, Padi Putih, Selebur Urik, Selebur Erum, Selebur Tinggi, dan Beram.
Saat ini, hanya Jambat Teras dan Selebur Rimbe yang masih eksis dan ditanam oleh petani. Kedua varietas ini akan didaftarkan ke Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian (PVTPP) sebagai upaya pelestarian.
"Dalam tradisi bersawah kami, Tunggu Tubang wajib menjaga sawah dan jenis padi lokal yang diwariskan turun-temurun. Itu amanah puyang kami," kata Hasan Zein, tokoh adat Desa Palak Tanah.
Pada tahun 2024, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menegaskan bahwa krisis pangan adalah ancaman serius yang harus diantisipasi. Generasi muda berperan penting dalam upaya mitigasi ini.
"Kami, para generasi muda, adalah kelompok paling rentan terhadap krisis pangan. Oleh karena itu, kami harus berperan aktif," ujar Ahmad Rizki Prabu, inisiator komunitas Ghompok Kolektif, yang berfokus pada visual storytelling di Palembang.
Baca Juga:
Saat ini, Ghompok Kolektif sedang menggarap film dokumenter dan buku foto tentang Tunggu Tubang, yang didukung oleh Kementerian Kebudayaan, LPDP, dan Dana Indonesiana.
"Kami melibatkan 25 pemuda dari Semende yang tertarik dengan fotografi dan video, agar mereka dapat memahami serta melestarikan budaya lokal mereka, terutama Tunggu Tubang," jelas Prabu.
Menurut Muhammad Tohir, Koordinator Program Tunggu Tubang Tak Akan Tumbang, film dan buku foto ini akan dipublikasikan perdana di Palembang dan Semende, sebelum disebarluaskan ke berbagai platform publik.
"Kami berharap film dan buku ini bisa menjadi bahan diskusi sekaligus penegasan akan pentingnya budaya lokal dalam upaya mitigasi krisis pangan di masa depan," tutup Prabu.(ril)
*Tulisan ini pengeditannya sebagian memanfaatkan AI
sebulan yang lalu