Setara
Angka Perkawinan Anak di Sumsel Tinggi, WCC Palembang Ungkap 6 Penyebabnya
PALEMBANG, WongKito.co - Belum lama ini, Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Selatan (Sumsel) merilis 31,89 persen perempuan di daerah tersebut menikah sebelum genap 19 tahun.
Dan lebih memprihatinkan lagi, dari angka tersebut perkawinan anak perempuan usia kurang dari 16 tahun meningkat, dari tahun 2021 mencapai 12,81 persen menjadi 12,92 persen pada tahun 2022, demikian mengutip buletin yang dipublikasikan BPS Sumsel, Selasa (26/9/2023).
Menanggapi kondisi tersebut, Direktur Eksekutif Women Crisis Centre atau WCC Palembang, Yessy Ariani mengatakan pemerintah harus lebih gencar dalam menyosialisasikan terkait dengan kesehatan reproduksi (Kespro).
"Bukan hanya sekedar pendidikan seks sejak dini yang harus dimasifkan tetapi kespro juga penting," kata dia, Jumat (6/10/2023).
Baca Juga:
- BSD sebagai Kawasan Smart Digital City
- Hingga Agustus 2023 KPR BTN Mencapai 110 Ribu Unit Rumah
- Waspada! Kembali Beredar Hoaks BNI Naikan Tarif Transaksi jadi Rp 150 Ribu
Ia mengungkapan perkawinan anak tentunya dampaknya sangat kompleks bagi anak-anak perempuan.
Dari sisi kesiapan alat reproduksi belum siap, apalagi dari mental mereka pun sangat belum tepat waktunya menikah, ungkap dia.
Yessy menjelaskan dari hasil analisa yang telah dilakukan WCC Palembang setidaknya ada enam hal yang menyebabkan anak-anak terpaksa menikah, bahkan di usia dini di bawah 16 tahun.
1.Pemahaman agama dan budaya
Selama ini, pemahaman agama yang mengharuskan perempuan cepat menikah diartikan salah, akibatnya anak-anak perempuan yang belum siap menikah dipaksa untuk berumah tangga.
Begitu juga ditemukan ada daerah yang masih mempertahankan budaya yang menganggap anak perempuan lebih cepat menikah itu lebih baik. Karena kalau usia sudah 18 tahun ke atas dianggap sudah gadis tua.
2.Kemiskinan
Laporan BPS Sumsel, Maret 2023 angka kemiskinan di provinsi penghasil batu bara terbesar ke dua di Indonesia ini mencapai 11,78 persen dari 8,7 juta jiwa penduduk.
Angka kemiskinan masih berada pada angka dua digit membuktikan kalau tingkat kemiskinan masih cukup tinggi berada di atas angka kemiskinan nasional 9,36 persen.
Faktor kemiskinan inilah menjadi salah satu alasan orang tua menyegerakan mengawinkan anak perempuan mereka karena ingin mengurangi beban ekonomi.
3.Akses pendidikan yang minim dan pergaulan bebas
Masih belum setaranya akses pendidikan juga menjadi pemicu adanya perkawinan anak, selain itu pergaulan yang bebas tak berbatas lagi menyebabkan anak perempuan yang tidak mendapatkan pendidikan kespro melakukan hubungan intim dan kemudian hamil.
4. Regulasi yang tumpang tindih
WCC Palembang menilai masih adanya tumpang tindihnya regulasi, contohnya undang-undang perkawinan yang belum secara ketat menerapkan aturan pernikahan.
Baca Juga:
- Upaya Pendistribusian Tepat Sasaran, Pertamina Sosialisasikan Transformasi Distribusi LPG Subsisdi Ke Masyarakat
- KAI Geber Promo Tiket hingga Nostalgia Kuliner, Peringati HUT ke-78
- Darurat Kabut Asap: Kegiatan Sekolah di Palembang Dimundurkan, BMKG Kualitas Udara Berbahaya
5. Usia menikah di atas 19 tahun
Regulasi jelas menentukan usia pernikahan minimal 19 tahun, namun dispendasi di pengadilan agama masih tinggi. Hal itu, menjadi dilema bagi penegakan aturan.
6. Kurangnya pemahaman remaja terkait hak kesehatan seksual dan reproduksi
Hingga kini harus diakui, sosialisasi atau pendidikan kespro kepada remaja masih belum optimal padahal kespro menjadi isu penting penting untuk menjaga generasi penerus tetap sehat, karena jika tidak bisa mengakibatkan dampak fatal termasuk berakibat pada kematian.
"WCC Palembang tentunya terus mengimbau dan mengajak semua lapisan masyarakat untuk mengkampanyekan pentingnya menjadi kespro anak-anak perempuan di Sumsel," kata dia.(ert)