APPDI: Cuma 5 Persen Orang Indonesia Berliterasi Digital Tinggi

Ilustrasi ekonomi digital (ist/freepik)

JAKARTA, WongKito.co — Untuk menciptakan ekosistem digital yang aman dan terpercaya, tidak cukup hanya dengan teknologi canggih. Dibutuhkan pula talenta dengan kapabilitas yang tepat serta literasi digital yang merata di seluruh lapisan masyarakat. 

Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Asosiasi Praktisi Perlindungan Data Indonesia (APPDI), Ardhanti Nurwidya.

Menurut Ardhanti, salah satu tantangan utama dalam memperkuat kepercayaan dan keamanan digital di Indonesia adalah kesenjangan literasi digital yang masih sangat tinggi. Ia membandingkan situasi ini dengan indeks ketimpangan ekonomi seperti Gini Ratio. 

"Literasi digital kita itu timpangnya sangat tinggi. Yang punya literasi digital tinggi cuma kurang dari 5% dari total populasi," ujar Ardhanti dalam diskusi Lompatan Digital Indonesia: Memperkuat Tata Kelola Data dan Kepercayaan Online sebagai rangkaian dari acara DigiWeek 2025: Shared Responsibilities: Redefining Stakeholder Roles in the Digital Age yang diselenggarakan oleh Center of Indonesia Policy Studies (CIPS) di Jakarta, Rabu, 4 Juni 2025. 

Ia menekankan, kelompok masyarakat Indonesia terbagi ke dalam tiga kategori literasi digital: rendah, menengah, dan tinggi. Dan masing-masing kelompok ini membutuhkan pendekatan serta penguatan kapabilitas teknis yang berbeda. 

Baca Juga:

Bagi kelompok dengan literasi digital rendah, tantangan utama adalah mengenali informasi palsu atau hoaks dan memahami konsep dasar perlindungan data pribadi. 

"Mereka perlu tahu apa itu data biometrik, kapan data pribadi bisa dibagikan, dan yang paling dasar: gimana cara membedakan informasi valid dan hoaks," jelas Ardhanti. 

Ia menyebut, masyarakat dengan literasi rendah belum sepenuhnya memahami risiko keamanan digital yang mereka hadapi setiap hari, termasuk dalam penggunaan layanan teknologi sehari-hari. 

Untuk kelompok menengah, kapabilitas yang dibutuhkan sudah lebih kompleks. Salah satunya adalah memahami mekanisme transaksi digital yang aman, termasuk sistem pembayaran seperti Cash on Delivery (COD). 

"Banyak yang masih bingung soal konsep COD. Akhirnya, ketika kurir datang dan minta uang, malah berujung ribut karena nggak ngerti mekanismenya," ujar Ardhanti sambil mencontohkan kasus-kasus yang ia temui langsung di lapangan. 

Baca Juga:

Sementara itu, kelompok dengan literasi digital tinggi — yang menurut Ardhanti termasuk dalam segelintir orang saja — perlu terus meningkatkan kapasitasnya agar bisa mengikuti perkembangan teknologi global. 

"Buat kita yang duduk dan ngobrol soal data governance dan trust & safety, kita udah ada di level tinggi. Tapi kita tetap harus upskill. Di luar negeri, mereka udah ngomongin AGI (Artificial General Intelligence) dan SGI (Super General Intelligence), sementara kita masih ribut soal hoaks dan bot," katanya. 

Ardhanti juga menekankan bahwa peningkatan kapabilitas ini tidak bisa dilakukan oleh satu pihak saja. Perlu ada kolaborasi lintas sektor antara pemerintah, swasta, asosiasi, hingga startup. 

"APPDI sendiri punya program peningkatan kapasitas buat Data Protection Officer (DPO). Saat ini, anggota kami udah lebih dari 1.800 orang. Tapi kita juga perlu jangkau lebih luas, termasuk ke startup di bawah inkubator pemerintah," jelasnya. 

Menurutnya, banyak startup di Indonesia yang punya tim teknologi sangat ramping. Fokus mereka sering kali hanya pada pengembangan fitur dan inovasi. Padahal, isu kepercayaan dan keamanan sering terabaikan. 

"Makanya penting ada platform dari pemerintah buat knowledge sharing bareng perusahaan seperti Grab yang udah main di level global, dan juga asosiasi seperti kami buat transfer pengetahuan ke engineer atau tim produk startup," ujarnya. 

“Shared Responsibility” adalah Kunci

 Konsep shared responsibility alias tanggung jawab bersama menjadi kunci penting dalam mewujudkan ekosistem digital yang aman. Ardhanti menekankan bahwa upaya meningkatkan literasi digital dan kapabilitas teknis harus melibatkan semua pihak: masyarakat, pemerintah, pelaku industri, hingga komunitas. 

“Kalau mau literasi digital naik level, semua orang harus terlibat. Nggak bisa cuma satu-dua pihak doang,” tegasnya. 

Ia menambahkan, membangun kepercayaan dan keamanan digital bukanlah tugas yang bisa diselesaikan dalam semalam. Dibutuhkan konsistensi, kolaborasi, dan semangat belajar yang terus-menerus. 

Buat kamu yang aktif di dunia digital, entah itu sebagai pengguna media sosial, pelaku bisnis online, atau bahkan developer aplikasi — penting banget untuk terus meningkatkan literasi dan kapabilitas digitalmu. Soalnya, dunia teknologi terus berkembang cepat. Jangan sampai kita ketinggalan, apalagi cuma bisa jadi korban hoaks atau salah paham soal fitur-fitur digital. 

“Kita semua punya peran buat bikin ruang digital Indonesia lebih aman dan terpercaya.” 

Tulisan ini telah tayang di TrenAsia.com oleh Idham Nur Indrajaya pada 5 Juni 2025. 

Editor: Redaksi Wongkito
Bagikan
Redaksi Wongkito

Redaksi Wongkito

Lihat semua artikel

Related Stories