Ragam
Dari Rumah Panggung ke Laboratorium Ekonomi Sirkuler: Jorong Tabek Menyulap Talang Babungo jadi Desa Masa Depan
DI balik rindang pepohonan dan udara sejuk pegunungan Sumatera Barat, sebuah rumah panggung berukuran 4x20 meter berdiri sederhana di Jorong Tabek. Tapi siapa sangka, bangunan yang dibangun gotong royong oleh warga pada 2019 ini kini menjelma sebagai jantung ekonomi sirkuler Talang Babungo laboratorium hidup yang mengintegrasikan seni produksi, pengelolaan limbah, edukasi budaya, dan pemberdayaan masyarakat.
Dinamai Rumah Pintar Kampung Berseri Astra (KBA) Jorong Tabek, tempat ini tidak hanya menyimpan koleksi buku atau menjadi ruang diskusi, tetapi juga menjadi titik awal pergerakan ekonomi kerakyatan yang berkelanjutan.
Di sinilah filosofi dari warga, oleh warga, untuk keberlanjutan benar-benar berjalan. Melalui proses produksi gula semut dari nira pohon enau, masyarakat setempat mengolah sumber daya lokal dengan teknik turun-temurun. Uniknya, limbah hasil produksi gula semut—beserta sampah organik warga—tidak berakhir di tong sampah, tetapi dialihkan ke Rumah Magot untuk dijadikan pakan ikan di Kolam Ikan KBA.
Baca Juga:
- 5 Agustus 2025 Jadi Hari Terpendek, Simak Ulasannya
- Tegaskan Kepatuhan dan Transparansi, BRI Kembali Raih ACGS
- Simak Siasat Pekerja Muda Hadapi Mahalnya Biaya Transportasi Massal
Sementara bank sampah yang mengelola limbah non-organik, seperti botol plastik dan kemasan logam, tak hanya mencegah pencemaran tetapi juga berfungsi sebagai tabungan. Setiap warga yang menyetor sampah mendapat pencatatan dalam bentuk buku tabungan lingkungan*—dan bisa mencairkan nilai rupiahnya sewaktu-waktu. Sebagian hasil penjualan juga disalurkan untuk membiayai pembangunan fasilitas desa dan program bantuan warga kurang mampu.
Rumah Produksi Gula Semut dijalankan oleh 20 kepala keluarga, dengan produksi harian mencapai 10–20 kg, dan mampu meningkat hingga 50 kg/hari jika akses pasar terbuka luas. Gula semut ini berasal dari dataran tinggi di atas 1.500 mdpl, sehingga menghasilkan rasa manis khas dengan tekstur halus yang unggul.

Di sisi lain, Kolam Ikan KBA bukan hanya tempat wisata memancing, tetapi juga bagian dari sistem ekonomi sirkuler. Dengan pendapatan bersih sekitar Rp5 juta per bulan, sebagian hasilnya digunakan untuk kebutuhan kesehatan dan pendidikan warga, terutama keluarga pra-sejahtera.
Dampak Nyata: Desa Terbuka, Masyarakat Tangguh
Transformasi Jorong Tabek kini terasa nyata. Dari wilayah yang dulunya terisolasi secara ekonomi, kini telah menjelma menjadi desa wisata budaya dan edukasi yang siap menyambut wisatawan, dengan 45 homestay aktif sebagai bagian dari ekosistem lokal.
Baca Juga:
- Ingin Wisata ke Pulau Kelagian Kecil, Surga Tersembunyi di Lampung Selatan, Cek Biaya yang Mesti Disiapkan Yuk!
- Takut Rekening Diblokir, Cek Ini Kriteria yang Terapkan PPATK
- Tak Cukup Apel Siaga, Impunitas Korporasi Pembakar Hutan dan Lahan Jadi Sorotan
Lebih jauh, ekonomi sirkuler ini membuka jalan bagi 20 penerima beasiswa ke Jepang, membuktikan bahwa keberlanjutan tak hanya berdampak pada lingkungan, tapi juga pendidikan dan masa depan generasi muda.
"Kami ingin menunjukkan bahwa pengelolaan limbah dan sumber daya lokal bukan hal kecil—ini adalah kunci kemandirian ekonomi masyarakat," ujar Ketua KBA Jorong Tabek sekaligus inisiator ekonomi sirkuler Talang Babungo, Kasri Satra.
Rumah Pintar Jorong Tabek bukan sekadar bangunan panggung. Ia adalah laboratorium ide, simbol gotong royong, dan bukti bahwa dari desa terpencil pun, perubahan besar bisa dimulai.(*)