Ingin Libatkan Keturunan Asli Palembang Lestarikan Tenun (Habis)

Perajin mewarnai benang yang merupakan salah satu tahapan dalam proses pembuatan kain tajung maupun blongket di Rumah Tenun Antiq kawasan Tuan Kentang, Palembang (WongKito.co/Nila Ertina)

KECINTAAN Syarifuddin dan Durahman maupun perajin lainnya di sentra produksi kriya tekstil Palembang terhadap kain tenun merupakan harga mati, iya bisa diandaikan demikian karena memang mereka hidup dari menghasilkan karya seni berupa kain tradisional tersebut.

"Saya lebih memilih menyebut penenun dengan seniman kain, karena memang yang kami hasilkan adalah karya seni," kata Syarifuddin dibincangi disela-sela memantau penenun. 

Kalau melihat dedikasi mereka mengembangkan dan mempertahankan identitas asli wong plembang tersebut, mungkin tidak akan menyangka kalau pemilik-pemilik rumah produksi tenun dan jumputan tersebut bukanlah keturunan asli Palembang.

"Seperti yang saya ceritakan tadi, kalau memang kakek kami berasal dari Cirebon, dari Kecamatan Plumbon," kata Durahman.

Baca Juga:

Dari kakek, kemudian kini rata-rata sudah generasi ketiga mengelola rumah produksi tenun tajung. "Kami setiap tahun masih mudik ke kampung halaman," ujar dia.

Hal senada diungkapkan Syarifuddin, kalau orang tuanya berasal dari Cirebon meskipun dirinya lahir dan besar di Palembang. "Kebetulan jodoh saya juga orang Cirebon," kata dia.

Tradisi mudik lebaran ke kampung halaman di Cirebon pun tetap rutin dilakukan meskipun kini sudah generasi ketiga.

Syarifuddin mengungkapkan kalau kini, ibunya pun membuka tenun tajung di Desa Bode, Kabupaten Cirebon. "Kain tajung yang ditenun di Cirebon biasanya akan dikirim ke sini untuk dijual,  jadi perajin disana hanya memroduksi, pemasaran tetap di Palembang," tutur dia.

Mengajak warga asli Palembang terlibat aktif dalam membangun usaha dan melestarikan kain tenun tersebut hingga kini masih menjadi tantangan yang belum berhasil.

Sebenarnya, sebelum pandemi sudah ada sekitar 25 orang pemuda dan pemudi yang mengikuti pelatihan menenun. Namun, pandemi membuat program edukasi tenun tajung belum bisa berlanjut.

Padahal sebagai pendatang, tentunya sangat berharap agar kain tradisional juga dikembangkan dan dilestarikan penduduk asli kota pempek.

"Kami sangat berharap agar ada tangan-tangan pemuda yang terampil berasal dari keturunan Palembang dan berkomitmen bersama menjaga karya seni, kriya tekstil," tambah Durahman.

Inovasi Kekinian, Andalkan Blongket 

Kain blongket kini menjadi salah satu produk kain tradisional kekinian yang paling diminati konsumen. Tak heran karena kain ini tampak lebih mewah dengan perpaduan motif limar dan blongsong nan menawan.

Ditenun, oleh perajin yang memiliki kemampuan karya seni tenun yang mumpuni membuat kain blongket ini menjadi ikon kriya tekstil hasil inovasi mereka.

Durahman menceritakan kalau kain blongket tersebut merupakan hasil kolaborasi dirinya dengan perajin kain limar di kawasan 13 Ulu Palembang.

Baca Juga:

Tahun 2005 menjadi awal produksi kain blongket yang memadukan teknik sulam limar dengan tenun blongsong atau tajung.

"Saya tidak sengaja bertemu dengan salah seorang perajin sulam limar, Atok biasa beliau dipanggil dan menceritakan ide mengabungnya dua karya seni tersebut," kata dia.

Untuk membuat blongket perlu tahapan yang lebih detail dibandingkan kain tajung, lalu perlu waktu sekitar satu bulan untuk menghasilkan kain tersebut.

Tahapan membuat blongket selama satu bulan tersebut adalah sebagai berikut, pertama, memilih benang lusi dan benang pakan. Berbeda dengan kain tajung untuk membuat blongket menggunakan benang yang ber-twist lebih kecil sebagai benang lusi.

kedua mengelos benang lusi, ketiga menghani besar, keempat mengembim, kelima mencucuk, keenam mencukit, ketujuh mengelos benang pakan, kedelapan menghani kecil, kesembilan melimar, kesepuluh membongkar limaran, kesebelas memalet dan terakhir menenun.

Alur Produksi Tenun Blongket.Infografis AJK

Sebanyak 3.250 helai benang dibutuhkan untuk membuat selembar kain blongket yang  nantinya menjadi sarung dan selendang. Tahapan pembuat membutuhkan waktu sebulan, namun kalau proses menenun selembar kain saja bisa selesai sehari.

Demikian rumit proses menghasilkan karya seni tekstil tersebut, tentunya sebanding dengan hasil produknya yang menjadi incaran pencinta kain tradisional.

Rumah Tajung Antiq sendiri lebih dari lima tahun telah menjadi produsen bagi gerai-gerai kain tradisional di Bali. "Kami biasanya menggunakan kain tenun untuk sehari-hari dan upacara adat," kata Wardani salah seorang pelanggan kain blongket.

Di Bali, kain tradisional tidak hanya dikenakan saat upacara adat tetapi menjadi busana hari-hari masyarakat Pulau Dewata.

Dipilihnya kain tradisional dari Palembang, motifnya memiliki kemiripan dengan kain tradisional Bali yaitu motif ubur-ubur, demikian ungkap Ibu Dani.

Durahman bertutur hingga kini penjualan kain blongket ke Bali belum normal. Baru ada penambahan beberapa set saja setiap bulan.

Padahal sebelum pandemi, RTA mesti mempekerjakan sedikitnya 50 orang perajin untuk memenuhi pesanan kain blongket motif ubur-ubur dari pelanggan di Bali.

Kini pekerja yang tersisa hanya berkisar 20 orang saja yang melakukan tahapan menenun kain tajung maupun blongket.

Kain blongket rata-rata dijual Rp 1,5 juta sampai Rp 1,7 juta per set terdiri dari sarung dan selendang. Namun, ada juga kain berbahan sutera dengan benang emas dibanderol hingga Rp4 juta per set.

RTA juga menjual kain tajung meteran berbahan katun maupun sutera mulai dari   Rp 120 ribu per meter.

Blongket Tretes Benang Emas, Motif Gajah Mada.(Foto RTA)

Pasar Digital Dongkrak Penjualan

Tidak melulu anak muda memilih passion-nya sesuai dengan pendidikan yang telah dia kenyam. Namun, banyak juga milenial memilih untuk melanjutkan usaha yang baginya menjadi sumber penghidupan keluarga bahkan dirinya juga bisa mengenyam pendidikan tinggi berkat usaha yang digeluti orang tua.

Tak hanya sebatas melanjutkan usaha yang telah dirintis pendahulunya, tetapi kecintaan terhadap kriya tekstil yaitu kain tajung dan blongket menjadi alasan paling penting kenapa memilih mengembangkan dan melestarikan bukan bekerja di bidang teknologi informasi (IT).

Pemuda itu, adalah Syarifuddin meskipun lulusan sarjana jurusan IT tidak membuat dia tergoda mendapatkan gaji besar jika bekerja sesuai dengan bidang pendidikannya.

Iya, lulusan IT memang sejak beberapa waktu ini paling dicari. Hal itu, berkaitan dengan terus meluasnya teknologi digital diberbagai bidang.

Munculnya, platform-platform belanja digital, layanan kesehatan digital bahkan media siber pun juga membutuhkan tenaga IT untuk mendukung perkembangan usaha mereka.

"Saya memilih melanjutkan mengembangkan usaha kriya tekstil yang telah dibangun sekitar setengah abada lalu, karena saya hidup dan bisa sekolah dari sini serta berkomitmen untuk melestarikan," kata pria berusia 36 tahun ini.

Ia mengungkapkan, sebagai bentuk kecintaanya kepada tenun tradisional Palembang dirinya bersama rekan aktif berinovasi produk tenun dan mengembangkan jaringan pemasaran, termasuk dengan mengoptimalkan teknologi digital.

Walaupun, secara garis keturunan bukan asli Palembang bukan menjadi alasan tidak melestarikan kain tenun dengan beragam motif antik warisan tersebut. 

"Menjadi seniman kain adalah pilihan karena memang inilah passion saya," kata bapak tiga anak ini.

Ilmu yang didapatkan dari kampus pun, bisa diaplikasikan dalam mendukung perkembangan usaha mereka. Sebagai salah seorang pemilik Rumah Tajung Antiq dirinya bukan hanya mempelajari seluk beluk menenun tajung dan blongket tetapi juga bagaimana memasarkan kain tersebut secara digital.

Dulu sistem penjualannya business to business alias menjual kepada pemilik toko, butik dan gerai. Sejak beberapa tahun ini, penjualan terus membaik terutama sebelum pandemi, karena memanfaatkan aplikasi penjualan digital.

"Kami bisa langsung menjual ke pemakai secara online, meskipun banyak juga yang datang ke gerai RTA," kata dia.

Biasanya yang datang ke gerai sebelumnya sudah melihat promosi yang disebarkan melalui sejumlah aplikasi pasar digital maupun media sosial. Di instagram dengan akun @rumahtajungantiq, di facebook juga dengan penamaan yang sama. Bahkan, informasi tentang produk  kain tenun juga bisa ditonton dengan mengakses youtube RTA.

Selama pandemi, 90 persen penjualan dilakukan secara online, kata dia.

Semakin ramai pengunjung akun media sosial sangat berpengaruh pada peningkatkan penjualan kain tenun. Untuk itu, pihaknya juga telah menyiapkan katalog produk digital dengan tampilan yang tentunya menarik dan eye catching.

Tingginya, transaksi di pasar digital tentunya pembayaran pun dilakukan secara digital melalui mobile banking. Belanja di gerai juga kini sudah menggunakan transaksi tanpa uang fisik tinggal gesek saja atau memanfaat layanan QRIS.

Pemasaran mengunakan sarana digital tentunya semakin mudah, dan menjadi solusi mendongkrak penjualan. Apalagi, Syarifuddin mengaku kalau pemilihan aplikasi dan waktu yang tepat untuk promosi menjadi cara jitu lainnya untuk meningkatkan penjualan.

Sebagai sarjana IT, dia mengakui secara khusus mengimplementasikan ilmu yang dia tekuni selama belajar di kampus. Walhasil, pemasaran online dapat menjadi solusi di tengah rendahnya penjualan offline.

Kekinian, pemilik RTA termuda ini menginginkan untuk terus mengajak masyarakat asli Palembang melestarikan karya seni tekstil warisan budaya leluhur tersebut.

"Kami bertiga terus berkomitmen mengajak dan mengedukasi generasi muda agar mau menjadi bagian dari menjaga warisan budaya leluhur. Kalau bukan kita siapa lagi," kata dia.

Rumah Tajung Antiq merupakan kerja sama usaha Durahman, Khairon dan Syarifuddin. Ketiganya berasal dari Cirebon tetapi telah lahir dan mengembangkan usaha kain tradisional di Palembang melanjutkan usaha orang tua mereka.(Nila Ertina)

Bagian 1

Bagian 2

Tulisan ini merupakan tugas akhir fellowship Banking Editors Masterclass (BEM Batch 3) Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia.

 

 

 

 

 

Editor: Nila Ertina

Related Stories