OJK Dorong Sumsel jadi Model Pengembangan Bursa Karbon Melibatkan Masyarakat

Sosialisasi perdagangan karbon bagi sektor keuangan dan pelaku industri daerah 2025 (Foto WongKito.co/Mg/Jupio)

PALEMBANG, WongKito.co – Potensi kredit karbon di Sumatera Selatan dinilai sangat tinggi, atas kondisi tersebut, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong pengembangan bursa karbon dengan melibatkan masyarakat.


Deputi Komisioner Pengawas Pengelolaan Investasi Pasar Modal dan Lembaga Efek OJK, I. B. Aditya Jayaantara mengatakan potensi karbon di Sumatera Selatan sangat tinggi, yang dihasilkan limbah Perkebunan, pertanian, dan perhutanan sosial.


“Kami mengajak masyarakat, pelaku usaha dan investor untuk memulai mengoptimalkan perdagangan karbon di bursa,”kata dia, pada Sosialisasi Perdagangan Karbon di Bursa Karbon bagi Lembaga Jasa Keuangan dan Pelaku Industri di Daerah, di Kantor OJK Sumsel, Kamis (25/9/2025).

Baca Juga:


Adit menambahkan sosialisasi ini bertujuan meningkatkan literasi masyarakat, pelaku usaha, investor, serta pemerintah daerah terkait peluang ekonomi dari perdagangan karbon. 


“Kredit karbon  bernilai ekonomi, dan telah dibuktikan dua provinsi tetangga Sumatera Selatan yaitu Jambi dan Lampung yang telah lebih dulu mendapatkan keuntungan di bursa karbon,” ujar dia.


Sejak diluncurkan pada 26 September 2023, Bursa Karbon Indonesia telah mencatat delapan proyek perdagangan karbon dengan volume transaksi mencapai 1,6 juta ton CO₂ ekuivalen senilai sekitar Rp80 miliar. Saat ini pasokan mencapai 3 juta ton dan diharapkan bertambah, terutama dari wilayah Sumatera Selatan.


Iman Rachman menambahkan, jumlah pengguna jasa bursa karbon terus meningkat signifikan, dari 16 peserta pada 2023 menjadi 130 saat ini. “Ini menunjukkan minat yang besar, sekaligus peluang untuk memperluas keterlibatan masyarakat dalam ekonomi berkelanjutan,” katanya.


Dalam sosialisasi tersebut juga ditegaskan bahwa masyarakat harus menjadi pihak yang paling banyak menerima manfaat dari perdagangan karbon. Skema benefit sharing akan diarahkan agar hasil transaksi kembali ke masyarakat melalui koperasi, BUMDes, atau kelompok tani.

Baca Juga:

Beberapa contoh potensi yang sudah diidentifikasi antara lain limbah kopi, tebu, dan kelapa yang dapat diolah menjadi produk baru sekaligus menghasilkan kredit karbon. Selain itu, perhutanan sosial di Sumatera Selatan  diproyeksikan dapat menyamai bahkan melampaui pencapaian Lampung dan Jambi yang telah memperoleh manfaat hingga jutaan dolar AS dari perdagangan karbon.

Meski demikian, para narasumber mengingatkan adanya tantangan dalam pembagian manfaat. Konflik antar kelompok masyarakat bisa muncul jika skema bagi hasil tidak jelas. Karena itu, pemerintah bersama KLHK tengah menyiapkan kerangka hukum yang lebih tegas untuk memastikan keadilan.

“Komitmen menanggulangi krisis iklim harus dilakukan bersama-sama. Tidak bisa hanya kementerian atau pelaku usaha, tetapi masyarakat juga harus didorong untuk berpartisipasi secara berkelanjutan,” tegas Wahyu Marjaka.(Mg/Haikal))

Redaksi Wongkito

Redaksi Wongkito

Lihat semua artikel

Related Stories