Penempatan Dana Rp 200 Triliun Melanggar Konstitusi dan 3 Undang-Undang, ini Penjelasan Prof. Didik J Rachbini

Siklus Penyusunan APBN (ist)

JAKARTA, WongKito.co - Rektor Universitas Paramadina, Prof. Didik J Rachbini, P.hD menanggapi penempatan dana Rp 200 Triliun sebagai bentuk pelanggaran konstitusi dan tiga undang-undang.

Ia menjelaskan dalam siaran pers yang diterima, Senin (15/9/2025), proses penyusunan, penetapan dan alokasi APBN diatur oleh: 1) UUD 1945 Pasal 23, 2) UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara, dan 3) UU APBN setiap tahun.  Inilah prosedur resmi dan aaturan main ketatanegaraan, yang harus dijalankan karena anggaran negara masuk ke dalam ranah publik.  

"Anggaran negara bukan anggaran privat atau anggaran perusahaan," kata dia.

Menurut dia, kebijakan spontan pengalihan anggaran negara Rp200 triliun ke perbankan dan kemudian masuk ke kredit perusahaan, industri atau individu merupakan kebijakan yang melanggar prosedur yang diatur oleh Undang-undang Keuangan Negara dan Undang-Undang APBN, yang didasarkan pada Undang-Undang dasar.

Proses kebijakan yang benar harus dijalankan berdasarkan aturan main sebab jika tidak dimasa mendatgang akan menjadi preseden.

"Anggaran publik dipakai seenaknya, semau gue dan sekehendat pejabatnya secara individu," ujar dia.  

Baca Juga:

Alolaksi anggaran negara tidak bisa dijalankan atas perintan menteri atau perintah presiden sekalipun.   Pejabat-pejabat negara tersebut harus taat aturan menjalankan kebijakan  sesuai rencana kerja pemerintah (RKP), yang datgang dari kementrian lembaga dan pemerintah daerah.  Tidak ada tiba-tiba program datang nyelonong di tengah-tengah semaunya.  

Program-program yang disusun teratur ada di dalam nota keuangan yang secara resmi diajukan oleh pemerintah kepada DPR.  Karena anggaran negara adalahh ranah publik, maka   Proses politik yang bernama legislasi dijalankan bersama oleh DPR dengan pembahasan-pembahasan di setiap komisi dengan menteri-menteri dan badan anggaran dengan menteri keuangan.  

Setiap program yang menjalankan anggaran negara tidak melalui proses legislasi adalah pelangaran terhadap konstitusi.  Jika ada kebijakan dan program nyelonong dengan memanfaatkan anggaran maka kebijakan tersebut hanya kehendak individu pejabat dan tidak ada proses legislasi, maka ini terindikasi melanggar konstitusi dan undang-undang negara.  

"Setiap rupiah dari anggaran negara harus lewat pembahasan dengan DPR (Legislative Deliberation)," kata dia lagi.  

Berdasarkan asumsi yang disepakati komisi-komisi bahas alokasi K/L secara detail dan Badan Anggaran merumuskan secara hasil akhir pembahasan tersebut untuk kemudian disetujui disetujui DPR dalam sidang paripurna.  Baru setelahh melewati proses legislasi seperti ini anggaran negara tersebut bisa dialokasikan untuk dilaksanakan di sektor-sektor oleh kementrian lembaga dan di daerah oleh pemda.  Inilahh proses yang sah dari program pemerintah yang melibatkan alokasi anggaran negara. Tidak bisa lewat keputusan menteri atau SK gubernur.

Pelaksanaan Anggaran dan Pengelolaan Kas dijalankan oleh Kementrian Keuangan, baik penerimaan, belanja maupun utang.  Semua pengelolaan tersebut harus berdasarkan dan diatur oleh undang-undang dan karenanya pejabat mana pun tidak boleh melanggarnya.  Pengeluaran dana 200 trilyun juga berpotensi melanggar UU No 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan negara, seperti terlihat pada pasal 22, ayat 4, 8 dan 9.  

Pasal 22 UU No. 1/2004:

Ayat 4: untuk kepentingan operasional ( penerimaan negara dan APBN), Bendahara umum Negara dapat membuka rekening penerimaan (pajak dan PNBP) dan rekening pengeluaran (operasional APBN) di bank umum;

Ayat 8: Rekening pengeluaran diisi dana dari RKUN (Rekening Umum Kas Negara) di Bank Sentral.

Ayat 9:  jumlah dana yang disediakan di rekening mun Kas Negara) pengeluaran (ayat 8) disesuaikan dengan kebutuhan pemerintah yang sudah ditetapkan di APBN.

Pengeluaran anggaran negara untuk program-program yang tidak ditetapkan oleh APBN jelas melanggar Ayat 9.  Ayat ini sangat jelas membatasi jumlah dan tujuan penempatan sebatas pada operasional pengeluaran sesuai rencana pemerintah yang sudah di tetapkan dalam APBN, bukan untuk program-program yang seingat di kepala lalu dijalankan.

Jelaslah bahwa tujuan dan jumlah  penempatan dana pemerintah di bank umum hanya untuk kepentingan operasional pengeluaran APBN yang jumlah dan penggunaannya  sudah ditetapkan DPR. Bukan untuk  disalurkan oleh bank ke industri melalui skema kredit umum yang lepas dari pembiayaan APBN. Meskipun tujuannya baik, penempatan anggaran publik (dana pemerintah) di perbankan melenceng dari amanah Pasal 22 khususnya ayat 8 dan 9 UU No. 1/2004 tersebut.

Baca Juga:

Pada ayat 4, Unang-Undang ini membolehkan Menteri Keuangan membuka rekening (penerimaan dan pengeluaran) di bank umum. Tetapi rekening tersebut terbatas pada kepentingan operasional APBN, bukan untuk melaksanakan program yang tidak ditetapkan APBN. Penempatan dana 200 trilyun rupiah dari anggaran negara secara spontan tersebut juga melanggara Pasal 22 ayat 4 UU 1/2004 tersebut.

Ia menganjurkan agar presiden turun tangan untuk menghentikan program dan  praktek jalan pintas seperti ini karena telah melanggar setidaknya 3 undang-undang dan sekaligus konstitusi.

"Kita tidak boleh melakukan pelemahan aturan main dan kelembagaan seperti yang dilakukan pemerintahan sebelumnya," kata dia.  

Program tersebut harus dimulai dari proses legislasi yang baik melalui APBN dan diajukan dengan sistematis berapa jumlah yang diperlukan dan program apaa saja yang akan dijalankan. Tidak ada lagi program yang diambil dari ingatan sepintas yang keluar dari wawancara spontan yang dicegat atau  doorstop .(ril)
 


Related Stories