Wakil Perempuan di Legislatif dan Eksekutif apakah Hanya Sekadar Simbol?

Aktivis perempuan asal Sumatera Selatan, Yeni Roslaini Izi (Facebook/Yeni Roslaini)

PASCAREFORMASI hasil setiap  pemilu legislatif terjadi peningkatan keterwakilan perempuan di lembaga legislatif.

Seperti di DPR RI pada periode 2019-2024 per Januari 2021 terdapat 123 orang perempuan atau sekitar 21,39 persen dari 560 orang anggota.

Pun begitu di DPRD Sumatera Selatan, pada periode yang sama sebanyak 16 kursi DPRD setempat diduduki perempuan dari total 75 kursi.

Meskipun belum memenuhi kuota 30 persen tetapi paling tidak terjadi peningkatan angka keterwakilan perempuan.

Namun, sejauh ini peningkatan keterwakilan perempuan dinilai belum berdampak signifikan terhadap keberpihakan regulasi yang diterbitkan terhadap kepentingan perempuan dan anak.

Aktivis perempuan dari Sumatera Selatan, Yeni Roslaini Izi mengungkapkan memang terjadi peningkatan keterwakilan perempuan di kancah politik baik di lembaga legislatif maupun eksekutif.

Baca Juga:

Hal itu, tentunya menjadi kabar baik perempuan mulai memiliki kesempatan untuk bersama-sama pria dalam menghasilkan kebijakan-kebijakan yang berpihak pada kepentingan kelompok minoritas, seperti perempuan, pekerja rumah tangga (PRT), anak dan kaum difabel.

Tetapi, Yeni menambahkan peran perempuan di lembaga legislatif maupun memimpin daerah, contohnya ada yang jadi bupati, wakil bupati masih terkesan belum signifikan dalam upaya membangun kesetaraan.

Ia membenarkan perempuan di ranah politik masih sekedar simbol.

"Memang ada yang perempuan yang tangguh dan memperjuangkan segala bentuk ketimpangan untuk menjadi setara"

"Ada juga perempuan yang secara konsisten berjuang untuk melawan segala bentuk diskriminasi"

"Tapi jumlahnya tidak signifikan" kata dia.

Perempuan menurut mantan Direktur Womens Crisis Centre (WCC) Palembang ini masih lebih banyak belum mengoptimalkan perannya.

"Masih jelas terjadinya relasi kuasa kaum pria terhadap perempuan dalam berpolitik praktis," kata dia lagi.

Hal senada diungkapkan Pengamat Politik dari Universitas Terbuka, DR Meita Istianda mengungkapkan kalau wakil perempuan di legislatif meningkat tetapi tidak langsung  berdampak pada hasil kerja yang berpihak pada kepentingan perempuan.

Ia mengatakan relasi kuasa laki-laki, partai dan kepentingan konstituen masih mendominasi.

Baca Juga:

Karena itu, menurut dia penting sekali pendidikan politik untuk kaum perempuan.

"Penting juga melibatkan banyak perempuan untuk mulai berpolitik, tentunya dengan kesadaran membangun politik bersih yang setara," ungkapnya.

Sementara momentum Hari Perempuan Internasional,  bisa menjadi waktu yang tepat untuk membangkitkan semangat perempauan dalam berpolitik.

Dimana, Hari Perempuan Internasional atau IWD menjadi tonggak berperannya perempuan di kanca politik.

JALA PRT dan sejumlah organisasi perempuan menjadikan momentum Hari Perempuan Internasional untuk mendesak DPR RI mengisahkan RUU PPRT menjadi undang-undang.(Nila Ertina)

Editor: Nila Ertina

Related Stories