sumsel
Senin, 05 Mei 2025 07:22 WIB
Penulis:Nila Ertina
PALEMBANG, WongKito.co - Pemadaman total listrik atau dikenal dengan istilah blackout di Bali, pada Jumat (2/5/2025) ditanggapi 350 Indonesia, semestinya tidak perlu terjadi kalau pemanfaatan energi Surya telah dijalankan optimal.
Suriadi Darmoko dari 350 Indonesia mengungkapkan kasus blackout ini bukan kali pertama terjadi di indonesia, sebelumnya juga menimpa Jakarta dan sekitarnya pada 2019 lalu. Apakah kasus ini blackout Bali akan jadi kasus yang terakhir ? sepertinya tidak.
"Jika kita mengandalkan pembangkit terpusat apalagi berbasis energi fosil, kejadian blackout ini akan berulang. Ini bukan kali pertama, berdasarkan catatan media ini adalah kasus keempat di sistem kelistrikan Jawa-Bali," kata dia dalam siaran pers yang diterima redaksi WongKito.co, Sabtu (3/5/2025).
Baca Juga:
Dia menjelaskan saat ini, Bali masih bergantung pada jaringan dari pembangkit listrik energi fosil dan jaringan listrik antar pulau. Kasus blackout ini menunjukkan bahwa sistem ketenagalistrikan di Bali rapuh.
"Sistem kelistrikan terpusat yang bertumpu pada energi fosil ini harus ditinggalkan," katanya.
Ia menegaskan, Bali sangat mungkin lepas dari ketergantungan energi fosil dengan model pembangkitan listrik yang terpusat. Center For Community Based Renewable Energy (CORE) Universitas Udayana bersama Greenpeace Indonesia menemukan potensi energi surya di Provinsi Bali memiliki yang paling tinggi, yaitu sekitar 98% dari total potensi energi terbarukan yang terdapat di Bali.
Potensi energi matahari di pusat kabupaten/Kota di Bali berkisar antara 4,01-6,13 kWh/m²/hari dengan rata-rata 4,89 kWh/m²/hari. Bali memiliki iradiasi solar berkisar 1,490 hingga 1,776 kWh/m²/tahun, atau melebihi standar yang diberlakukan di Eropa untuk kelayakan proyek energi surya, yaitu 900 kWh/m²/tahun.
"Total potensi energi surya di Provinsi Bali dapat mencapai 113,436.5 GWh per tahun, di mana jauh melebihi jumlah permintaan energi penduduknya pada tahun 2027, yaitu 10,014 GWh per tahun," tegas dia.
Bali mandiri energi, sesuai dengan cita-cita Pemerintah Provinsi Bali harus segera direalisasikan. Kekuatan kemandirian listrik ini harus bertumpu pada pembangkt energi terbarukan dalam skala komunitas sesuai dengan potensi wilayahnya. Pengembangannya melibatkan pemerintah kabupaten/kota, Desa Adat, Desa Wisata bahkan Banjar.
Bali juga memiliki pembangkit listrik terbarukan yang bisa menjadi contoh, seperti PLTS Nusa Penida yang menjadi penopang sepertiga kebutuhan listrik setempat, atau menjadikan contoh PLTS Kayubihi Bangli sebagai model kepemilikan dan pengelolaannya yang melibatkan Pemerintah Daerah. Ada banyak model yang bisa ditawarkan, tergantung kemauan politik pemerintah daerah di Bali untuk membangun kemandirian energinya, ujarnya.
Kuncinya adalah pembangunan pembangkit energi terbarukan terdesentralisasi, kita tidak bergantung pada energi skala besar yang rapuh dan rentan kolaps seperti saat ini.
Baca Juga:
Selain menyediakan ketahanan energi bagi masyarakat, hal ini juga merupakan bentuk pembangunan rendah karbon yang dibutuhkan untuk melawan krisis iklim yang lebih luas lagi, tambahnya.
Energi terbarukan yang terdesentralisasi ini juga menjadi pondasi mendasar membangun Bali sebagai pusat wisata kelas dunia yang berwawasan lingkungan (Eco/Green tourism). Ini bisa menjadi nilai tambah Bali yang sejak awal sangat mengandalkan kelestarian dan keselarasan dengan alam sebagai wajah utama pariwisata Bali.
Sebelumnya, listrik seluruh Bali padam total selama berjam-jam pada 2 Mei 2025 mulai pukul 16.00 WITA. Dari informasi yang beredar di whatsapp, padamnya listrik bali diakibatkan kabel laut transfer Jawa-Bali mengalami gangguan, menyebabkan seluruh pembangkit lepas. Informasi tersebut diperkuat juga oleh pernyataan media Direktur Distribusi PLN Adi Priyanto, gangguan yang terjadi dipicu permasalahan teknis pada sistem transmisi PLN sehingga menyebabkan padamnya beberapa pembangkit.(ril)
2 bulan yang lalu