Taman Kota
Jumat, 04 Juli 2025 07:56 WIB
Penulis:Nila Ertina
Editor:Nila Ertina
PALEMBANG, WongKito.co - Terbitnya Peraturan Menteri ESDM No. 14 Tahun 2025 yang melegalkan pengelolaan sumur tua dan sumur rakyat melalui skema kerja sama dengan BUMD, koperasi, dan UMKM menjadi celah baru bagi pelaku /cukong illegal drilling.
"Permen ESDM tersebut mengancam eksistensi komunitas Suku Anak Dalam (SAD) Batin Sembilan dan habitat harimau, gajah dan burung rangkong, yang berada di wilayah kerja PT.Restorasi Ekosistem Indonesia (REKI)," kata Koordinator Advokasi Sumsel Bersih, Arlan, dalam siaran pers, Kamis (3/7/2025).
Dia menjelaskan PT. REKI, sebagai pemegang izin restorasi ekosistem pertama di Indonesia, mengelola Hutan Harapan seluas 98.000 hektare di Jambi dan Sumatera Selatan.
Baca Juga:
Kawasan tersebut, tidak hanya kaya akan sumber daya alam seperti kayu, batubara, dan minyak bumi, tetapi juga menjadi habitat penting bagi satwa langka seperti Harimau Sumatera, Gajah Sumatera, dan burung, ujar dia.
Namun, ia menyayangkan potensi sumber daya alam yang besar justru menjadi daya tarik bagi oknum dan cukong yang ingin mengeksploitasi sumur tua peninggalan Belanda dan titik-titik minyak lainnya.
"Regulasi baru ini, meski bertujuan meningkatkan produksi migas nasional, dinilai memberi angin segar bagi pelaku illegal drilling untuk mencuci rekam jejak mereka dan masuk melalui jalur legalisasi," kata dia.
Aktivitas pengeboran ilegal yang sebelumnya ditertibkan oleh tim gabungan Dishut kini berisiko kembali marak, dengan modus baru yang lebih terselubung.
Informasi dari masyarakat sekitar menunjukkan adanya pergerakan aktif cukong yang menawarkan imbalan 15–25 persen kepada warga yang bersedia menunjukkan lokasi sumur tua atau titik minyak potensial di wilayah PT. REKI.
Hal itu, diperkuat informasi dari masyarakat ada sumur-sumur tua peninggalan Belanda yang berada di daerah Manggul dan masih beroperasi hingga saat ini.
"Kami dari Perkumpulan Sumsel Bersih mendorong langkah strategis yang sebaiknya dilakukan secara cepat oleh PT. REKI untuk menghadapi ancaman dari Peraturan Menteri ESDM No. 14 Tahun 2025," tegas Arlan.
Baca Juga:
Sumsel Bersih menuntut:
1. Advokasi kebijakan dan regulasi turunan, dengan dorong pemerintah melalui penegasan batas wilayah konservasi agar tidak bisa diklaim sebagai wilayah kerja migas.
2. Pemetaan dan Publikasi Zona Sensitif dengan melakukan pemetaan rinci sumur tua dan potensi migas di wilayah PT. REKI dan mempublikasikan zona restorasi sebagai wilayah larangan eksploitasi, agar tidak dimasukkan dalam skema kerja sama migas.
3. Koordinasi Lintas Sektor, dengan membangun kemitraan dengan Kementerian Terkait, Pemprov, Pemkab, aparat penegak hukum untuk pengawasan bersama.
4. Melibatkan masyarakat dan Multistakeholder, seperti NGO, Akademisi dan Jurnalis dalam mendukung kerja-kerja monitoring dan publikasi PT. REKI.
5. Memperketat Monitoring Aktivitas Lapangan dengan memperkuat tim patroli Linhut dan jika memungkinkan menambah pos jaga di titik-titik akses keluar masuk serta di titik rawan aktivitas illegal drilling.
Tanpa pengawasan ketat dan aturan turunan yang mengatur verifikasi pelaku usaha serta perlindungan kawasan konservasi, fungsi restorasi ekosistem yang dijalankan PT. REKI terancam tergeser oleh kepentingan eksploitasi dan akhir, akan berdampak berlangsungan Hutan Harapan dan berdampak pada keberlangsung hidup Suku Anak Dalam Batin Sembilan serta satwa di lindungi seperti, Harimau, Burung Rangkong dan Gajah Sumatera.(*)