Setara
Dorong Akses Kesehatan Inklusif, FKM Unsri Ajak Komunitas Transgender Melek Layanan Digital
PALEMBANG, WongKito.co - Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Sriwijaya (Unsri) menggelar kegiatan pengabdian kepada masyarakat dengan tema Digital Health, yang berfokus pada peningkatan kesadaran dan kemampuan komunitas transgender dalam mengakses layanan kesehatan digital.
Dosen FKM Unsri, Dr. dr. Rizma Adlia Syakurah, MARS, menjelaskan bahwa kegiatan ini lahir dari keprihatinan terhadap sulitnya komunitas transgender, khususnya waria, mendapatkan layanan kesehatan yang layak akibat stigma sosial yang masih kuat.
“Sering kali teman-teman waria kesulitan mendapatkan pelayanan kesehatan. Jangankan untuk memperoleh layanan yang baik, adil, dan inklusif, untuk mulai datang ke fasilitas kesehatan saja mereka sudah merasa takut duluan,” ungkap Rizma, Selasa (21/10/2025).
Baca Juga:
- Kupas Arah Politik Prabowo-Gibran Lewat Film Dirty Vote II o3, Tampilkan Satu Pakar Baru
- Jejak Sang Ulama dari Madura: Kisah Puyang Raden Singa Mangla di Pinggir PLTU Keban Agung
- Kalyanamitra Gugat Pernyataan Menteri Agama: Abaikan Fakta dan Menyakiti Korban Kasus Kekerasan Seksual di Pesantren
Menurutnya, layanan digital dapat menjadi solusi barrier-free service, atau pelayanan tanpa hambatan, yang memungkinkan kelompok rentan mengakses layanan kesehatan tanpa rasa takut akan diskriminasi.
“Melalui kesehatan digital, mereka bisa mendapatkan layanan dengan lebih mudah dan tanpa stigma dari orang lain,” ujarnya.
Kegiatan ini tidak hanya memberikan materi literasi kesehatan digital, tetapi juga praktik langsung menggunakan berbagai platform layanan kesehatan seperti JKN Mobile, aplikasi BPJS Kesehatan, hingga Halodoc. Peserta diajak untuk mengunduh, mencoba, dan memahami cara menggunakan aplikasi tersebut.
“Kalau pun ada yang belum bisa, dari situ kita bisa tahu apa saja kendala yang mereka hadapi,” jelas Rizma.
Dalam kegiatan ini, satu tim terdiri dari enam mahasiswa FKM Unsri dan dua mahasiswa dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP). Kolaborasi lintas disiplin ini diharapkan dapat memperluas pendekatan edukatif sekaligus memperkuat empati terhadap kelompok minoritas.
Kurangnya Keterlibatan Pemerintah
Rizma menyoroti bahwa keterpaparan informasi kesehatan di kalangan komunitas transgender masih sangat rendah, padahal kelompok ini termasuk populasi yang lebih terbuka open-minded.
“Ketika kita mengobati orang, seharusnya tidak melihat siapa dia. Saat seseorang sakit, tugas kita adalah mengobati,” tegasnya.
Meski begitu, ia juga menyayangkan masih minimnya keterlibatan pemerintah dalam menjangkau populasi rentan.
“Yang seharusnya hadir untuk seluruh populasi Indonesia adalah negara. Ini bentuk gotong royong, tapi sering kali kita berjuang sendiri," ujarnya.
Baca Juga:
- Kreatif dan Penuh Warna, Indonesia Menari 2025 di Palembang Bikin Penonton Kagum
- Jadi Bahan Baku Bahan Bakar Pesawat, Sebanyak 1.547 Liter Minyak Jelantah Terkumpul UCOllect Box Komperta Plaju
- Suara Petani Banyuasin: Krisis Iklim dan Hama, bikin Panen Padi dan Jagung Hasilnya tak Menentu
"Dan posisi seorang Akademisi perlu datang ke komunitas seperti ini, karena posisi mereka memang butuh dukungan,” tambahnya.
Selain akses kesehatan, Rizma menilai kelompok transgender juga membutuhkan pemberdayaan dan kesempatan belajar yang lebih luas.
“Mereka bukan hanya butuh layanan kesehatan, tapi juga butuh pemberdayaan, pembelajaran, dan dukungan untuk diakui keberadaannya sebagai manusia yang setara,” tutupnya.
Sementara Ketua Warna Sriwijaya (WS), Heryanto mengungkapkan harus diakui hingga kini stigma bagi komunitas masih terjadi, padahal waria tentunya memiliki hak yang sama dalam berbagai layanan publik.
“Kami bersyukur kolaborasi dengan FKM Unsri ini, karena kerja sama ini langkah strategis dalam mendukung terealisasinya inklusivitas,” kata dia.(Marshanda)